Sebelum adanya revolusi Iran, AS dan Iran memiliki hubungan kerjasama yang baik. Hal ini dapat kita lihat dalam kerjasama antara dua negara tersebut dalam pengembangan tekonologi nuklir. Tetapi semenjak revolusi Iran 1979 hubungan keduanya menjadi rumit. Iran dijatuhkan berbagai sanksi oleh AS dan AS melarang perusahaan dari negaranya untuk berinvestasi atau bekerjasama dengan Iran. Pada 2015, AS-Iran menandatangani kesepakatan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), dimana Iran setuju mengurangi aktivitas pengembangan nuklir. Sebagai gantinya, AS setuju untuk menghapuskan sanksi bagi Iran. Namun tiga tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 2018 AS mundur dari kesepakatan ini dan kembali memberlakukan sanksi bagi Iran. AS beralasan bahwa Iran banyak melakukan kecurangan dan pelanggaran yang mana hal ini dibantah oleh IAEA, badan pengawas program nuklir Iran. Pada 2019, AS menyebutkan Pengawal Revolusi Iran sebagai kelompok teroris dan menyebut Jenderal Qaseem Soleimani sebagai tokoh dibalik penyerangan terhadap kedutaan AS yang kemudian dijadikan alasan oleh AS untuk membunuh Jenderal Qaseem Soleimani.
Dalam teori Realisme offensive, menurut John Mearsheimen, negara itu tidak pernah yakin dengan negara lain (maksud dan tujuan negara lain) di sistem internasional yang anarki ini, kelangsungan hidup dan keamanan adalah tujuan utama. Sehingga negara akan cenderung mencari kekuatan yang sebesar-besarnya untuk bertahan. Bahkan bisa dikatakan bahwa bagi negara offensive ini, kekuatan yang wajar atau sama dengan negara lain tidaklah cukup, menurut mereka menjadi hegemon itu lebih baik. Konflik yang terjadi antara AS-Iran ini sejalan dengan teori realisme offensive yaitu dimana AS tidak ingin kekuasaannya tersaingi oleh Iran di kawasan Timur Tengah. AS merasa bahwa Iran dapat mengancam segala kepentingan AS di Timur Tengah. Maka dari itu, AS melakukan segala cara untuk memukul mundur Iran.
Sebagai saran resolusi konflik dari variabel realisme offensive ini, didalamnya terdapat keinginan untuk memiliki kekuatan yang sebesar-besarnya dibanding negara lain. Maka resolusi konflik yang bisa saya tawarkan berupa kesiapan dan peningkatan kekuatan bagi masing-masing negara, sehingga musuh tidak akan berani atau mencoba memprovokasi atau memulai konflik, meskipun mengupayakan resolusi konflik melalui pendekatan perdamaian ini sangat sulit dan lama prosesnya.
Mayor Jenderal Qaseem Soleimani dikenal sebagai sosok yang mendukung keras perlawanan terhadap AS, Israel, dan sekutunya. Keterkaitan Pasukan Pengawal Al-Quds dan Kataib Hezbollah sangat erat dan berbahaya bagi kepentingan AS di kawasan Timur Tengah. Jenderal Qaseem Soleimani sendiri sangatlah disegani dan disukai oleh rakyat Iran. Tewasnya Jenderal Qaseem Soleimani ini menyulut kemarahan banyak pihak. Penyerangan terhadap Jenderal Qaseem Soleimani ini terdiri dari beberapa peristiwa, yaitu: Pada tanggal 27 Desember 2019, kelompok Katab Hezbollah menyerang pangkalan militer AS K1 didekat Kirkuk, Iran dengan menggunakan roket yang menyebabkan tewasnya seorang kontraktor AS dan melukai beberapa personel AS dan Iran. 29 Desember 2019, AS memerintahkan serangan udara di sejumlah lokasi dimana anggota kelompok tersebut berada.31 Desember 2019, para pendukung Kataib Hezbollah di Irak menyerbu Kedutaan AS di Baghdad. 2 Januari 2020, Menteri Pertahanan AS, memberikan penekanan bahwa AS tidak terima atas serangan lanjutan Iran terhadap pasukannya, pada malam harinya ada laporan tentang serangan didekat Bandara Internasional Baghdad dan laporan awal Jenderal Qaseem Soleimani terbunuh.
Presiden AS, Trump mengungkapkan kematian Jenderal Qaseem Soleimani dan bahwa Jenderal Qaseem telah berencana membunuh lebih banyak orang Amerika, kemudian Trump membela keputusannya untuk memerintahkan pembunuhan Jenderal Qaseem Soleimani.
Level Analisa yang digunakan dalam konflik ini adalah negara, karena keegoisan Amerika Serikat dalam mempertahankan kedudukannya di kawasan Timur Tengah menyebabkan terbunuhnya Jenderal Qaseem Soleimani yang dianggap AS sebagai ancaman bagi negaranya. Tindakan AS yang menyalahi aturan dan megarah ke pergerakan kekerasan ini dapat menyebabkan terjadinya perang terbuka antara AS-Iran yang lebih besar dan akan menimbulkan dampak serius bagi politik, ekonomi, dan keamanan dunia. Daun konflik: Adanya peningkatan ancaman terjadinya perang yang berdampak luas. Batang konflik: Tewasnya Jenderal Qaseem Soleimani. Akar konflik: Konflik AS-Iran yang berkepanjangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H