Lihat ke Halaman Asli

Raihan lubis

mahasiswi uinsu semester 1

Limbah Mengancam Daerah Pesisir

Diperbarui: 21 Desember 2019   17:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bertempat tinggal dan melakukan aktivitas sosial ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya wilayah pesisir (daerah pertemuan antara darat dan laut). Saat ini masyarakat pesisir rentan terserang penyakit karena berada di hilir sungai. Penyebabnya, masyarakat yang berada di hulu sungai membuang sampah ke sungai. Selain itu, tidak sedikit pula masyarakat yang berada di hilir sungai itu juga membuang sampah di sungai. Akibatnya, sampah menumpuk dan dapat menyebabkan penyakit bagi masyarakat daerah tersebut.

Dalam artikel ini penulis mengambil contoh masyarakat pesisir Desa Percut, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang. Menurut Anggota Tim Monitoring Pembangunan Desa Percut Muhammad Hidayat, dalam kurun waktu 5 bulan ini ada dua kasus pembuangan limbah ke sungai Percut. Pertama, pembuangan limbah rumah tangga dan industri mengakibatkan tercemarnya air di sungai Percut hingga menyebabkan perubahan warna dan bau pada air sungai. Diduga limbah sampah tersebut banyak berasal dari kota Medan. Dan banyak kegiatan sehari-hari yang dilakukan warga di sekitar daerah sungai Percut seperti mencuci pakaian dan mandi yang dapat menyebabkan air sungai itu tercemar.

Contoh limbah rumah tangga yang dapat mencemari air adalah limbah sabun, detergen, sampo dan bahan pembersih lainnya. Larutan sabun akan menaikkan PH air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Detergen yang menggunakan bahan non-Fosfat akan menaikkan PH air sampai sekitar 10,5-11.

Bahan antiseptik yang ditambahkan ke dalam sabun/detergen juga mengganggu kehidupan mikroorganisme yang ada di dalam air, bahkan dapat mematikan organisme tersebut. Ada sebagian bahan sabun atau detergen yang tidak dapat dipecah (didegradasi) oleh mikroorganisme yang ada di dalam air. Keadaan ini tentu akan merugikan lingkungan. 

Kasus kedua, pembuangan bangkai babi dalam jumlah yang banyak ke sungai Percut. Setiap hari 5 hingga 10 ekor bangkai babi mengapung di sungai Percut. Hal itu terjadi hampir satu bulan lamanya. Diduga, babi itu sengaja dibuang oleh para peternak karena babi itu mati diserang virus Hog Cholera.

Karena hal tersebut banyak orang tidak mau memakan ikan yang berasal dari sungai yang terdapat bangkai babi tersebut. Menurut Muhammad Hidayat ada dua faktor penyebab masyarakat tidak mau mengkonsumsi ikan. Pertama, masyarakat menduga ikan tersebut dijangkiti virus Hog Cholera sehingga jika dikonsumsi manusia maka manusia juga akan terjangkiti. Kekhawatiran masyarakat ini dapat dinetralisir dengan hasil uji laboratorium yang di lakukan di Balai Veteriner Medan, Ditjen Perternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian meyatakan Hasilnya negatif, artinya ikan tidak terjangkit kolera babi dan aman untuk dikonsumsi masyarakat, Jumat (22/11/2019).

Kedua, masyarakat merasa jijik memakan ikan karena air sungai telah terkontaminasi bangkai babi yang terkena virus Hog Cholera. Sebagian besar masyarakat pesisir beragama Islam. Dalam ajaran Islam, babi dinyatakan sebagai najis berat. Tidak hanya masyarakat pesisir, hampir semua masyarakat Deli Serdang dan Medan yang beragama Islam merasa jijik memakan ikan yang berasal dari Percut. Sehingga, pengunjung rumah makan di Percut sepi. Padahal setiap Sabtu dan Minggu rumah makan di Percut dipadati pengunjung dari Medan. Mereka sengaja datang ke Percut untuk memakan ikan segar. Namun sejak bangkai babi itu dibuang ke sungai orang - orang enggan datang ke Percut.

Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengimbau para Bupati/Wali Kota untuk cepat tanggap mengantisipasi penyebaran virus Hog Cholera babi tersebut serta melaporkan temuan kasus ke Posko Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut.

 Dilansir dari cnnindonesia.com, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengingatkan warga agar tidak membuang ternak babi yang mati ke aliran sungai, karena itu melanggar Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Beliau juga menghimbau masyarakat untuk tidak membuang ternak babi yang mati ke sungai atau ke hutan dan segera menguburnya. PPNS akan bekerja sama dengan kepolisian siap menindak siapa saja yang melanggarnya.

Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk tidak mencemari lingkungan. Untuk itu manusia dituntut untuk memanfaatkannya sesuai dengan karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka, dengan melestarikannya bukan dengan mencemarinya dan merusaknya, yang akan membawa mudharat bagi dirinya dan makhluk ciptaan Allah SWT, lainnya.

Dalam surat al-Qashash ayat 77 mejelaskan sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline