Lihat ke Halaman Asli

Pluralisme, Lintas Budaya Trip Observasi, dan Kurikulum 2013

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Isu sesintif yang dapat menimbulkan konflik horizontal di Indonesia salah satunya adalah isu gesekan antar suku, budaya, dan agama. Masih ingat di benak kita betapa komplik antar suku melahirkan konflik yang berkepanjangan, seperti peristiwa Sampit, peristiwa Maluku dan seterusnya.Kemajemukan nusantara memang di sisi lain menjadi nilai tambah bagi bangsa kita, namun jika kemajemukan itu tidak disadari dan dikelola dengan baik, maka akibatnya sudah bisa kita rasakan. Kemajemukan itu harus diberitahukan dan “dibumikan” kepada kalangan remaja khususnya para peserta didik.

Sedari dini mereka harus menyadari bahwa kemajemukan bangsa kita begitu kuat. Ratusan suku dengan berbagai budayanya hidup di wilayah nusantara kita ini. Memang tidak dapat dipastikan berapa persisnya jumlah suku Indonesia, namun berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah suku di Indonesia sebanyak 1.128 suku. Berdasarkan fakta tersebut maka pluralisme di Indonesia merupakan suatu kenistayaan. Tidak bisa ditolak dan di acuhkan.

Pertanyaan yang muncul dalam benak kita, apakah kita kenal atau bahkan memahami setiap suku bangsa Indonesia ini. Berapa banyak dari kita misalkan, mengenal tradisi budaya yang ada di Indonesia. Kalau demikian Jangan lagi kita bicara tentang pelestariannya. Namun sesungguhnya para founding father kita sudah menyadari sejak dahulu. Munculnya Bhinneka Tunggal Ika menunjukkan bahwa bangsa kita memiliki kemajemukkan yang harus diikat menjadi satu kesatuan.

Sejauh mana sekarang ini nilai ke-bhinnekatunggal ika-an itu tertanam dalam pemikiran dan perilaku peserta didik kita saat ini? Dalam skala kecil kita mungkin dapat bertanya kepada peserta didik, mengenai salah satu adat yang ada pada suku bangsa kita. Jawabannya yang mungkin kita temukan adalah banyak yang tidak tahu.

Sementara “serangan” budaya asing dengan berbagai media saat ini juga begitu kuat, yang menambah problem di tengah-tengah kemajemukan budaya Indonesia. Boleh dibilang sangatlah sulit kita membendung masuknya budaya asing dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya pada kalangan peserta didik.Tanpa disadari budaya asing itu telah menjadi bagian dari perilaku kehidupan pada kalangan muda kita. Bukan berarti kita anti terhadap budaya asing yang masuk, namun jati diri bangsa janganlah menjadi nomor sekian. Lalu upaya apa yang harus dilakukan oleh kita, khususnya dunia pendidikan Indonesia? Lebih tajam lagi proses pendidikan di sekolah?

Menanggapi fenomena tersebut, pemerintah Indonesia telah berusaha merespon dengan serius. Hal itu terlihat saat pemerintah memasukan muatan lokal pada kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006. Kemudian ditambah lagi dengan pendidikan karakter. Sampai kurikulum 2013 saat ini pemerintah boleh dikatakan masih tetap concern terhadap permasalahan tersebut. Lalu bagaimana implementasinya di sekolah?

Sekolah tentunya diharapkan mampu memberikan proses pembelajaran kepada peserta didik yang di dalamnya memuat penanaman nilai-nilai budaya bangsa secara kreatif. Artinya bahwa, proses pembelajaran tersebut tidak selalu berada di ruang kelas. Seperti yang dilakukan oleh SMA Labschool yang mengadakan kegiatan Trip Observasi, yang di dalamnya terdapat kegiatan lintas budaya. Lintas budaya adalah suatu kegiatan yang menampilkan berbagai budaya Indonesia yang dikemas dengan model peragaan busana. Namun bukan hanya mereka menggunakan busana dari daerah tertentu saja, mereka juga harus mengusai budaya yang ada pada daerah tersebut. Karena mereka akan ditanya oleh juri untuk mengetahui sejauh mana mereka menguasai budaya, adat istiadat atau kondisi daerah bersangkutan.

Dalam konteks kurikulum 2013 kegiatantersebut sangat pas diterapkan. Kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik; mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan memberikan kesempatan kepada guru dan peserta didik berinteraksi.

Proses kegiatan lintas budaya dengan pendekatan saintifik ini dimulai dengan peserta didik mengamati budaya yang ada di Indonesia sesuai busana yang akan digunakan. Proses mengamati tersebut dilakukan melalui membaca di berbagai buku referensi, atau mencari di internet. Setelah itu mereka bertanya terhadap budaya atau kondisi daerah yang tidak diketahui, mereka bertanya ke berbagai pihak termasuk kepada orang tua, kakak OSIS atau pun kepada guru. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mengumpulkan informasi yang lebih lengkap dengan menuangkannya dalam bentuk tulisan. Informasi yang telah dikumpulkan kemudian dibuat suatu kesimpulan mengenai daerah yang bersangkutan. Selanjutnya pada saat kegiatan lintas budaya mereka harus mengkomunikasikan kepada peserta Trip Observasi khususnya kepada dewan juri. Proses mengkomunikasikan itu mereka lakukan dengan berbagai gaya bahkan dengan logat daerah tersebut. Dewan juri dalam hal ini para guru akan bertanya sejauh mana mereka menguasai pengetahuan terhadap daerah yang bersangkutan.

Pada akhirnya peserta didik akan menemukan sendiri pengetahuan yang sebelumnya mungkin belum diketahui. Dalam konteks kurikulum 2013, hal ini dinamakan model pembelajaran inquiry. Ketika mereka sudah mengetahui lebih jauh lagi mengenai berbagai budaya bangsa tersebut, maka diharapkan mereka juga memahami bahwa pluralisme yang ada di Indonesia, dan pada akhirnya melahirkan sikap kebangsaan dan nasionalisme yang tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline