Lihat ke Halaman Asli

Dr. Raiders Salomon Marpaung.

Guru Olahraga Purna Tugas

Aku Bangga Pernah Jadi Atlet

Diperbarui: 24 Agustus 2021   21:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Aku sedang memberi contoh pada anakku Dok: pribadi)

Olahraga kesenanganku saat anak-anak tepatnya saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar di Kota Serang adalah olahraga tinju. Aku sering tidak masuk sekolah karena menonton siaran langsung pertandingan tinju Muhammad Ali. Pada masa kejayaan Muhammad Ali, TVRI selalu menyiarkan secara langsung penampilan Muhammad Ali dimana jadwal siarannya bersamaan dengan waktu orang bekerja atau sekolah.

Suatu ketika pada saat pelajaran, aku ditanya kepala sekolah: "mengapa kemarin tidak masuk sekolah?" Lalu aku menjawab apa adanya: nonton tinju bu! Kepala sekolah marah sambil berkata: memang kamu mau jadi petinju?!

Beberapa tahun kemudian perkataan kepala sekolahku terjadi, setelah lulus SMA aku masuk sasana tinju Metropolitan di Gedung KONI Kemakmuran, Jakarta Pusat. Aku berlatih tinju tiga kali seminggu, setiap hari Senin, Rabu dan Jumat dibawah asuhan pelatih Alm. Abdul Azis (mantan petinju DKI). Baru latihan satu kali (latihan footwork) pada hari Senin, latihan kedua (Rabu) aku sudah disuruh sparring melawan petinju yang sudah lama berlatih di sasana tersebut.

Aku pun melaksanakan instruksi pelatih, sparring melawan petinju yang sudah berpengalaman. Sepanjang tiga ronde, aku menjadi bulan-bulanan, dibuat seperti sansak hidup. Aku hampir tidak pernah memukul (memang belum dilatih memukul), sebaliknya jadi sasaran pukulan secara bertubi-tubi.

Alhasil, wajahku lebam-lebam, bibir jontor, rahang sulit digerakkan untuk mengunyah makanan, dan leher sulit digerakkan (sehingga untuk menengok kekiri dan kekanan, badan pun ikut bergerak/seperti robot). Puji syukur aku tidak pernah knock down, artinya aku tahan pukul dan memiliki footwork yang sudah baik (memang baru dilatih footwork).

Latihan ketiga (Jumat), dalam keadaan wajah dan leher masih sakit, aku kembali ke sasana. Aku mulai dilatih memukul dan menghindar. Setelah latihan teknik, kegiatan latihan diakhiri dengan sparring.

Secara mengejutkan, aku kembali disuruh sparring melawan petinju yang sama. Dalam hati aku berfikir, kejam sekali pelatih ini. Dalam keadaan wajahku yang masih babak belur, aku disuruh sparring lagi melawan orang yang sama, orang yang telah membuat wajahku lebam-lebam.

Dengan terpaksa aku melaksanakan instruksi pelatih, sparring melawan petinju yang dua hari sebelumnya membuatku babak belur. Aku mulai memberi perlawanan, sekali-sekali Aku berani memukul (memang sudah dilatih memukul). Lawanku pun mulai berhati-hati, tidak lagi leluasa mempermainkan aku seperti sansak hidup.

Sepanjang tiga ronde, aku berusaha bertahan agar tidak knock down. Aku pun berhasil menyelesaikan sparring tiga ronde tersebut tanpa knock down, kalau dihitung angka, tentunya aku kalah angka mutlak.

Minggu kedua dan ketiga, aku tidak pernah lagi diminta sparring. Minggu keempat aku ditawari ikut kejuaraan tinju antar sasana se-Indoneesia. Aku pun menerima tawaran tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline