Lihat ke Halaman Asli

Pengalihan Fungsi Pembuat Kebijakan pada Ditjen Pajak ke Badan Kebijakan Fiskal

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Tugas Direktorat Jenderal Pajak dari waktu kewaktu semakin bertambah kompleks dan berat, antara lain karena semakin meningkatnya beban tugas untuk mengoptimalkan pendapatan negara. Untuk itu perlu didukung dengan organisasi yang efektif, efisien, akuntabel, independen, serta dapat merefleksikan dan mentransformasikan tugas-tugas yang diembannya. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan terus berbenah diri untuk mewujudkan harapan masyarakat dengan reformasi birokrasi termasuk independensi fungsi-fungsi yang dilaksanakan oleh DJP.

Rencana yang disampaikan oleh Menteri Keuangan untuk memisahkan fungsi pembuat kebijakan dari Direktorat Jenderal Pajak ke Badan Kebijakan Fiskal telah menuai polemik dari kalangan intern DJP sendiri. Ada pihak yang menilai bahwa pemisahan tersebut akan menyalahi UU Perpajakan, ada juga pihak yang tidak setuju dengan alasan akan memperpanjang proses pembuatan suatu peraturan karena pihak yang tahu persis kondisi di lapangan adalah pegawai DJP. Pihak yang setuju dengan pemisahan ini beralasan bahwa pemisahan tersebut penting untuk menunjukkan independensi DJP.

Jika kita cermati UU perpajakan yang berlaku saat ini, ada beberapa pasal yang menyatakan bahwa akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, dan ada juga yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Oleh karena itu, dalam DJP sendiri saat ini memiliki Direktorat (yaitu Direktorat Peraturan Perpajakan I dan Direktorat Peraturan Perpajakan II) yang tugas pokoknya untuk membuat aturan pelaksanaan dari UU Perpajakan yang menjadi kewenangan DJP, mulai dari Surat Dirjen Pajak, Keputusan Dirjen Pajak, Peraturan Dirjen Pajak, dan Peraturan Menteri Keuangan. Saya pikir hal itu memang kewenangan yang diberikan oleh UU. Jika saat ini ada wacana untuk mengalihkan semua fungsi tersebut ke Badan Kebijakan Fiskal, pemerintah harus merubah UU Perpajakan kita yang berlaku saat ini.

Kalau memang alasannya adalah menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang (abuse of power) perpajakan di dalam Direktorat Jenderal Pajak, saya setuju dengan apa yang diusulkan oleh Komisi Pengawas Perpajakan, Anwar Supriadi, bahwa perlu adanya check and balances antara DJP dan BKF. Misalnya, DJP sedang menyusun suatu PMK tentang aturan PPN maka sebelum PMK tersebut dikeluarkan, harus diajukan terlebih dahulu ke BKF untuk dibahas dan diberikan masukan.

Jadi intinya, saya berpendapat bahwa tidak perlu dilakukan perubahan terhadap struktur organisasi yang sudah ada dalam instansi DJP saat ini. Yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana memaksimalkan unit-unit yang telah ada di bawah Kementerian Keuangan. Seperti halnya BKF, BKF merupakan suatu badan yang membuat suatu regulasi atau kebijakan sehingga harus dimaksimalkan fungsinya dengan bekerja sama dengan DJP untuk melakukan koordinasi yang berkaitan dengan kebijakan dalam bidang perpajakan sehingga tidak perlu harus ada perubahan struktur DJP atau pemindahan Direktorat Peraturan Perpajakan ke BKF.

Jika memang Menteri Keuangan bersikeras ingin merubah struktur yang ada sekarang, mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam waktu dekat, seperti yang direncanakan oleh Menteri Keuangan pada kuartal IV tahun ini. Selain itu, pemerintah perlu melakukan hearing dengan pegawai DJP dan meminta masukan untuk menentukan struktur organisasi dan tata kelola yang tepat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline