Perempuan itu menangis terseduh-seduh di pojok kamarnya. Aku tahu , dia cuma pura-pura. Agar semua orang menganggap bahwa apa yang dia katakan adalah benar dan bukan dia yang memecahkan kaca lemari itu. Sungguh perempuan yang satu ini sangat banyak manipulatif.
***
Sore tadi, saat ibu menyuruh anak perempuan kesayangannya menaruh baju-baju yang sudah ibu lipat rapi ke lemari di kamar ibu. Tiba-tiba saja terdengar suara serpihan kaca yang hancur berkeping-keping. Bukan itu saja, saat aku dan ibu datang ke kamar itu. Kulihat perempuan itu, tengah memegang sebuah kayu. Wajahnya merah,basah bertumpahan keringat, dan penuh tekanan. Dia memang aktris yang hebat.
Aku yakin, dia yang sudah memecahkan kaca lemari itu. Dia memang perempuan gila! Dua hari kemarin. Ia tiba-tiba mencekik leherku. Hampir saja aku kehilangan nyawaku. Jantungku sudah hampir tak berdetak lagi. Gara-gara wanita ini.
Lalu, tiba-tiba Riko datang dan perempuan itu melepaskan cekikan itu. Karena kesakitan aku, menangis. Sambil mempertanyakan kenapa dia tega, mencekikku dari belakang. Aku kan adiknya sendiri. Selama ini aku juga baik kepadanya, aku tidak pernah melawan dia bahkan ketika ayah dan ibu lebih menyayanginya. Aku tidak iri. Lalu, kenapa dia mencekikku di saat aku sendiri?
Anistia, dia kakakku. Usianya hanya beda satu tahun di atasku. Selama bertahun-tahun kami tidak pernah berkelahi. Meski pun banyak orang yang tidak percaya. Maklum, aku dan Anistia beda ibu. Ayah menikahi ibuku karena istri pertama ayah alias ibu kandung Anistia sudah meninggal. Ikatan pernikahan ayah dan ibu itulah yang membuat aku menjadi putri bungsu di rumah ini.
Meskipun aku adalah putri kandung ibu, tapi ibu lebih sayang kepada Anistia. Sejak kecil, semua permintaan Anistia akan selalu dituruti ibu. Apalagi sejak ayah meninggal di usiaku yang ke 6 tahun. Ibu semakin menampakkan bahwa dia lebih menyayangi Anistia. Ibu selalu membeli makanan kesukaan Anistia setiap hari minggu. Membelikannya baju setiap ibu gajian dan memberikan apa saja yang diminta oleh Anistia. Sementara Aku, kalau aku minta sesuatu. Ibu selalu bilang "Kamu harus paham kondisi kita nak. "
Tapi, aku tak pernah peduli soal itu. Karena ibu bilang dia kakakku dan aku wajib menghormatinya. Untuk tidak menyakiti hati ibu. Aku pun selalu bersama . Suka dan dukanya bersama Anistia.
Tapi hari itu, ketika untuk pertama kali ibu memelukku lagi setelah sekian tahun. Selesai dari situ, Anistia malah mencekik leherku tanpa ampun. Aku berusaha melepaskannya. Tapi dia bagaikan iblis! Tangannya seperti tangan raksasa yang bebannya beribu-ribu ton. Aku tak bisa melepaskan diri
Sampai Riko datang. Anistia menurunkan tangannya. Aku menangis sambil memaki-maki Anistia dan memukulinya pelan.