Lihat ke Halaman Asli

Rahmi Yanti

Mahasiswa

Fatamorgana Rasa

Diperbarui: 26 Januari 2024   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu,  saat matahari menyingsing. Dia tengah sibuk di sebuah meja tempatnya bekerja. Ruangan itu sudah sepi, karena semua guru sudah masuk ke kelas untuk mengajar. Tinggal dia seorang yang berada di  ruangan itu,  dengan laptop di depannya. 

Hari ini, jadwal mengajarnya ada di jam siang. Sehingga, dia punya waktu untuk menghabiskan waktu untuk menulis. Maklum, sejak jadi Guru penulis yang satu itu. 

Sudah lama tak menulis sebuah cerita. Ia fokus menyiapkan banyak hal. RPP, modul belajar, media pembelajaran, memikirkan metode mengajar. Banyak sekali hal, yang membuat dia tak sempat untuk menulis cerita lagi. Ia hanya bisa curi-curi waktu dengan hobi yang menjadi kesenangannya itu.

Namanya Rania Yulianti, orang-orang memanggilnya dengan Ranti.  Sebuah singkatan untuk namanya yang tidak terlalu panjang. Sekarang, jemarinya sedang menari di keyboard laptopnya. Menuliskan sebuah cerita yang amat menyayat jiwa.

~~~~~

Aku pernah mencintai seseorang  dalam diam.  Mengirimkan surat cinta lewat doa sepertiga malam. Meminta Dia secara ugal-ugalan kepada Tuhan.

Cinta itu hadir tanpa penjelasan. Sungguh, Aku mencintainya. Tapi, Aku tidak tahu alasannya kenapa? Apa ini yang dikatakan cinta tak butuh logika?

Dia adalah seorang Fotografer, pemuda alim nan gaul. Foto-foto indah yang dia kirim ke sosial media. Selalu membuat mataku terfana. Aku dan dia bahkan tidak saling mengenal. Entah dimana dia tinggal. Aku tak tahu. 

Namun, sejak kuikuti sosial medianya. Aku merasakan getaran di jiwaku. Sungguh, getaran itu membuatku tak bisa tidur. Tak henti-hentinya aku menanyakan kepada Tuhan, apa yang terjadi padaku?

Ini bermula,  saat Dia yang selalu memberikan tombol suka pada setiap postingan sosial mediaku. Lalu, saat cerita-cerita di sosial medianya, sangat mirip dengan milikku. Aku  tak bisa menahan rasa. Aku pun terjebak, dalam suatu rasa yang kubalut dalam kepala.

Mungkin kau tidak percaya,  setelah aku mengenalnya lewat sosial media kala itu. Rasa-rasanya Aku banyak berubah. Aku berusaha menjadi lebih baik, dua kali lipat dari biasanya.  Sungguh, rasa itu menjadi pendorong yang dasyat membuat Aku lebih dekat dengan Tuhanku. Selalu meminta, mungkin jika dia bukan untukku. Tapi, setelah mengenalnya Aku menjadi lebih baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline