Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd, alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin
Salfok alias salah fokus atas solusi stunting inilah yang terjadi saat ini. Persoalan stunting sebenarnya merupakan bagian dari persoalan mendasar, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Harusnya inilah yang menjadi fokus utama. Namun, pemerintah justru menyolusi tanpa menyentuh akar masalah.
Seperti yang dilakukan Pemkab Paser menggelar kegiatan rembuk stunting di hotel Kyriad Sadurengas, Selasa (26/3/2024), dalam rangka optimalisasi sinergitas lintas sektor guna menurunkan angka stunting di daerah. Dalam sambutannya, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat pada Sekretariat Daerah Kabupaten Paser, Romif Erwinadi, mengatakan rembuk stunting merupakan tindaklanjut dari arahan pemerintah pusat untuk menurunkan kasus stunting.
Menurut Romif beberapa tahun terakhir Pemda hingga pusat sedang gencarnya memberikan perhatian terkait stunting. Hingga 2021 dikeluarkan Perpres No 72 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi. Dikatakan Romif, pada tahun 2023 terdapat 20 desa yang menjadi lokus penanganan stunting. Sementara pada tahun 2023 melonjak menjadi 47 desa yang menjadi fokus penangangan stunting.
Kasus stunting terus terjadi dan tidak pernah berhenti. Alih-alih menangani akar masalah penyebabnya, pemerintah hanya fokus kepada solusi yang sampai sekarang tidak membuat kasus stunting berhenti. Upaya mereka hanya sebatas fokus kepada ketepatan dan disiplin mengonsumsi obat. Sementara bagi Kepala DPPKBP3A diminta untuk meningkatkan layanan KB dan edukasi bagi keluarga berisiko stunting, serta mengupayakan audit stunting secara menyeluruh. Padahal upaya tersebut masih bersifat teknis dan cabang.
Selama ini, pemerintah abai akan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan bagi rakyat. Jangankan gizi, air bersih dan kebutuhan pangan saja masyarakat Paser susah. Akibatnya, banyak rakyat yang kekurangan gizi, termasuk ibu hamil, bayi, dan balita. Jika kebutuhan bersifat dasar saja susah bagaimana pemenuhan gizi?
Stunting Persoalan Sistemik
Stunting memang mendapat perhatian serius dari pemerintah baik daerah maupun nasional termasuk global. Padahal kalau ditelusuri persoalan stunting merupakan persoalan cabang dari akar kemiskinan, termasuk pola asuh karena pendidikan tidak terjangkau.
Memang pola asuh dan pemenuhan gizi pada anak yang didukung oleh tingkat ekonomi keluarga dan pemahaman pengasuhan terhadap anak tidak semua rumah bisa memenuhinya. Tingkat ekonomi dan pola pengasuhan ini merupakan bagian dari sistem. Sedangkan sistem saat ini membuat orang tua yakni ayah sebagai kepala keluarga pencari nafkah susah dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Ibu pun terpaksa ikut keluar rumah, tidak sedikit melalaikan perannya sebagai isteri dan ibu. Akhirnya, pola asuh anak terbengkalai. Ini baru salah satu dari sistem ekonomi. Belum lagi sistem pendidikan yang tidak memberikan bekal keilmuan sebagai ibu dan ayah dalam mengasuh anak. Dua sistem di atas merupakan cabang dari sistem kapitalisme yang menyengsarakan rakyat. Kapitalis membuat negeri kaya SDAE namun kemiskinan di mana-mana. SDAE dikeruk untuk asing dan swasta, namun rakyat justru bergelut dengan kemiskinan.
Kemiskinan akan menjadi faktor susahnya keluarga memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk akan gizi. Oleh karena itu, penyebab masih tingginya angka stunting sangat kompleks. Paradoks memang Indonesia khususnya Kaltim dan PPU dengan berlimpah kekayaan SDAE justru anak-anaknya mengalami stunting. Padahal, pemenuhan kebutuhan pokok yang murah dan tersedia serta berkualitas adalah tanggung jawab negara.