Lihat ke Halaman Asli

Rahmi Hafizah

Seorang ibu yang memiliki 2 anak

Aku, Namaku, dan Orang Terkasih

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

129768833226653221

Rahmi, nama yang dipilih ibu untukku ketika aku terlahir dari rahimnya. Terispirasi dari Ibu Rahmi Hatta jawabnya ketika dulu kutanyakan mengapa ibu menamakan aku Rahmi. Rahim/Uterus, kasih sayang namun ada juga yang berarti nama untuk anak Laki-laki di mana nama Rahmi berasal dari Arab dengan pengertian, definisi atau arti nama Belas kasih .

Tapi whatever lah apa pun artinya yang pasti aku selalu lebih dikenal dengan pengasih dan paling anti permusuhan mungkin aku lebih berpegang pada silaturahmi bukan rahmi yang belajar silat ya *lol, tapi rahmi yang selalu ingin menjaga hubungan, apakah itu dalam  kekeluargaan, persahabatan, maupun percintaan, halagh*bang Risman modeon…

Aku terlahir dari seorang ibu yang tegar, keras namun lembut. Ibuku adalah pensiunan guru agama SD menurut cerita beliau, ibu menjadi guru sejak tahun 1967 hingga tahun 2008, dua tahun setelah ayahku meninggal, oh iya ayahku meninggal tahun 2006. Orangtuaku memiliki 6 orang anak, 3 pasang, yaitu 3 perempuan dan 3 laki-laki dan aku adalah anak bungsu.

Ibu dulu sering sekali bercerita betapa sulitnya memberikan pendidikan yang layak untuk anak-anaknya dengan gaji guru yang minim. Saat awal kerja menjadi guru gaji ibuku hanya menerima gaji kurang lebih 400 ribu dan sampai menjelang pensiun gaji ibuku hanya sekitar 2 jutaan dengan golongan IV B.

Dapat dibayangkan betapa beratnya perjuangan ibuku untuk membiayai keenam anaknya yang Alhamdulillah kesemuanya selesai perguruan tinggi, ayahku hanya seorang wiraswasta percetakan kecil-kecilan dirumah. Dulu awal menikah kata ibu, beliau sering sekali bertengkar dengan ayah hanya karena ayah menginginkan ibu menjadi ibu rumah tangga saja tapi ibu bersikeras untuk tetap menjadi guru, karena menjadi guru tidak seperti karyawan biasa yang harus pergi pagi pulang sore, sedang menjadi guru waktunya fleksibel, pergi pagi pulang siang atau pergi siang pulang sore, dan banyak liburnya mengikuti waktu libur sekolah, sehingga anak tetap dapat terkontrol oleh ibu dan lagi pula ayahku pun percetakannya dirumah. Dan sejak saat itu ayah membolehkan ibu untuk tetap mengajar.

Sosok almarhum ayah adalah seorang laki-laki yang memiliki prinsip bahwa keluargaku adalah ibarat negara, maka jika ada masalah negara lain tidak ada hak untuk ikut campur.

Ayahku selain dikenal sebagai orang yang humoris seperti kisah humornya tentang sholat jarang yang pernah kuceritakan. Beliau juga seorang yang keras namun hatinya begitu lembut. Tengah malampun jika ada tetangga yang minta tolong, ayah pasti mau membantu. Walaupun ibu melarang karena ayah pernah stroke, memiliki sakit jantung dan diabetes. Tapi ayah bersikeras memaksa, dan akhirnya ibu pun mengalah.

Ayah tidak pernah takut terhadap siapapun jika dia merasa benar. Apa lagi dalam membela agamanya. Ayah bukan laki-laki yang malu untuk belanja ke pasar kemudian memasak untuk keluarganya.

Ayah juga bukan laki-laki yang suka dicucikan dan disetrika bajunya oleh orang lain apakah itu istri, anak maupun pembantu terkecuali jika dia sakit.

Masih tergiang ditelingaku jika ayah menyuruhku menginjak-injak punggungnya kalau beliau sedang pegal ‘ hayo mau surga ga?’ sejak aku SD sampai sarjana ayah tidak pernah mau diinjak-injak sama siapapun, hanya mau sama aku. Kata ayah ‘ cuma sama si bontot yang injak-injak, badan ayah enak. kalau sama ibu atau yang lain badan ayah pasti malah jadi sakit’. Aku hanya senyum kalau ayah bilang begitu dan yang lain hanya senyum kecut.

Kadang rasa iri juga selalu timbul ketika dulu masih kecil, selalu disuruh-suruh *sampai sekarang juga sih, hiks. Sampai jodoh pun bontot, ahahahay ga nyambung ya*nasib bontotkah? Hm ga juga sepertinya. Semoga tidak berlaku untuk bontot yang lain.

Kembali ke namaku, Rahmi Hafizah, yang katanya Penjaga kasih sayang tapi ada juga yang mengatakan hafiz Qur’an, amiiiiiiiiiiin… Tapi aku juga memiliki arti lain tentang namaku seperti yang pernah kutulis ketika kehampaan datang melanda.

Apapun penafsiranmu, inilah aku

Di facebookku menggunakan Rahmi Hafizah Musthofa banyak yang bertanya, siapa sih seseorang yang nama akhir yang kutautkan, suamimu kah? ah bukan jawabku, aku kan belum menikah. Musthofa adalah laki-laki terkasih yang selalu kurindukan karena keberadaannya takkan lagi kutemui didunia ini, dia adalah ayahku.

Ah, apapun arti namaku yang penting aku bahagia memiliki orang tua seperti mereka dan arti baik akan namaku menurut mereka dan orang-orang selama ini, Alhamdulillah…

12976885001013301180

Foto Jadul*sekarang jerawatan :P

*Kasihi dan hargai orang yang begitu mengasihi dan menyayangimu sebelum mereka meninggalkanmu maupun pergi sebelum kamu menghargai kasih sayang yang telah mereka berikan, bukan balasan yang mereka inginkan tapi cukup sedikit perhargaan.

** Tulisan ini bukan karena valentine tapi karena naluri menulis yang kembali datang serta teringat akan kasih sayang ibu dan ayah tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline