Lihat ke Halaman Asli

Kenapa Indonesia Memilih China untuk Membangun Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung?

Diperbarui: 20 Mei 2020   16:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok: Koran Sindo

Proyek kereta api cepat ini akan memberikan banyak manfaat, seperti dapat memacu perkembangan wilayah dan munculnya titik-titik ekonomi baru serta dapat menjadi kebanggaan nasional. 

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini memiliki panjang kurang lebih 142,3 km dengan empat stasiun pemberhentian, yaitu Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar. Jalur kereta cepat ini nantinya dibangun melayang di atas jalan toll dan terowongan.

Dalam proses pembangunan kereta cepat ini, China dan Jepang bersaing untuk menjalan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Pada akhirnya pemerintah Indonesia memilih China untuk menjadi partner dalam menjalan proyek ini.  

Pada  proposal penawaran,  Jepang menawarkan pinjaman proyek dengan masa waktu 40 tahun dengan bunga hanya 0,1% per tahun dan masa tenggang 10 tahun, padahal sebelumnya bunga yang ditawarkan Jepang sampai 0,5% per tahun.

Sedangkan, proposal China menawarkan pinjaman dengan bunga lebih tinggi, namun jangka waktu lebih panjang yakni pinjaman sebesar US$ 5,5 miliar, jangka waktu 50 tahun dan tingkat bunga 2% per tahun.

 Selain itu juga usulan yang diajukan oleh Jepang dianggap terlalu berat karena menggunakan mekanisme Public Private Partnership yang pembagiaan pembiayaan terdiri dari 10% swasta, 74% ditanggung BUMN khusus, dan 16% ditanggung oleh pemerintah sedangkan usulan dari China menggunakan skema pembiayaan Business to Business antara BUMN Sinergi dan KCIC, dengan skema pembiayaan Business to Business ini dinilai lebih layak karena tidak menggunakan dana APBN. 

Pemerintah berpikir panjang untuk siapa yang akan menjadi partner dalam menjalankan proyek ini. Walaupun bunga yang ditawarkan China lebih tinggi dibandingkan Jepang, tetapi waktu yang ditawarkan China dalam masa operasi kereta api ini lebih panjang dibandingkan pihak Jepang. 

Selain itu juga pihak Jepang tidak mau melakukan proyek ini apabila tidak ada jaminan dari pemerintah , sudah ditekankan oleh pemerintah Indonesia bahwa proyek ini sama sekali tidak menggunakan dana APBN. Sementara China siap menjalankan proyek ini tanpa ada jaminan dari pemerintah denga menggunakan skema Business to Business tadi.

Posisi China yang strategis dapat dilihat dari keterlibatan China dalam isu dunia.  Hal  ini  terbukti  dari  China  sebagai  satu-satunya  negara  dari  Benua Asia  yang  menjadi  salah  satu  dari  lima  anggota  tetap  Dewan  Keamanan  PBB. Seperti yang telah diketahui, anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki hak veto  yang  merupakan  hak  yang  dapat  membatalkan  atau  menggagalkan  suatu keputusan,  ketetapan,  rancangan  peraturan  dan  undang-undang  atau  resolusi. 

Posisi China dalam Dewan Keamanan PBB tersebut, secara tidak langsung  menegaskan  bahwa   China  memiliki  pengaruh  atau  peran  yang cukup besar dalam dunia internasional. Kemudian, posisi strategis China juga dapat  dilihat  dari  tingkat  pertumbuhan  GDP  China  dari  tahun  ke  tahun . 

Pertumbuhan  GDP  China  sejak  tahun  2011  hingga  tahun  2017 yaitu   sekitar   6%   hingga   9.5%.   Angka   tersebut   jika   dibandingkan   dengan pertumbuhan   GDP   Jepang   yang   berkisar   antara   angka   -0,1%   hingga   2%, terbilang   cukup   jauh (Kurniawati, 2018).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline