Lihat ke Halaman Asli

Karena "Koin" Senyumnya Jadi Kecut

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ini pengalaman yang seringkali saya alami, baik saat berbelanja atau saat turun naik angkot secara saya masih suka gonta ganti mobil saat pergi dan pulang pergi kerja.

Gara-gara koin teman saya pernah berantem dengan kasir supermarket yang manyun disodorin segepok uang receh saat belanja. Ada lagi pengalaman lucu. Disalah satu supermarket langganan kami, mungkin karena kerepotan untuk menyediakan uang receh untuk kembalian sehingga mereka membuat kebijakan sepihak menganti kembalian dengan nominal ratusan rupiah dengan sejumlah perment. Misalnya kalo kembalian Rp. 1200,- maka dikasih Rp. 1.000,- plus 2 buah permen. Nah teman saya yang kesel dengan kebijakan tersebut ngumpulin sejumlah permen dari supermarket yang sama dan pada saat belanja hari berikutnya dia tak mau menerima kembalian permen tapi gantian membayar pake permen yang dia terima beberapa hari sebelumnya. Kontan saja sang kasir tak mau, teman saya marah-marah karena menurutnya sistem yang diterapkan ngak fear. "Kalo kamu ngak mau terima suruh manager kamu ketemu saya, saya mau kompalain", kata teman saya sambil ngotot. Singkat cerita beberapa lama setelah itu supermarket bersangkutan sudah tidak menerapkan sistem kembalian permen lagi.

Lain lagi dengan pengalaman saya kemaren. Saat mau pulang kerja saya periksa saku tas yang biasa nyimpan stok uang kecil (ribuan). Eh ternyata stok saya habis. Pengalaman selama sekian tahun kerja, biasanya supir angkot suka kurang kasih kembalian jika dikasih uang besar (di atas Rp.10.000,-)  Makanya saya selalu stok uang ribuan untuk ongkos. Nah, pas bayar saya kasih uang pecahan Rp.20.000- an. Si supir angkot bilang, "Pake uang pas aja mbak". Mungkin dia ngak punya kembalian. Maka saya rogoh saku tas dan ketemu pecahan koin Rp.500- an sejumlah nominal yang harus dibayar. Dengan santai saya serahkan sama sang sopir. Eh taunya saya mendengar sang sopir mendengus dan tiba-tiba mukanya jadi asam-asam kecut gitu. Saya cuek aja dan segera berlaku sambil dalam hati bergumam, " Gimana kamu mau jadi orang kaya, menghargai uang receh aja ngak bisa apalagi kalo di kasih yang lebih besar".

Itulah masyarakat kita, selalu tergoda dengan tampilan dan lupa menghargai nilai. Padahal kalo dipikir saya tak bayar kurang dan saya juga menggunakan uang yang jelas-jelas masih berlaku. Payah ya....jadi orang kecil kok kita belagu gimana kalo jadi orang besar...????

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline