Lihat ke Halaman Asli

Pentingnya Representasi Generasi Muda dalam Menjawab Tantangan di Tengah Arus Disrupsi

Diperbarui: 29 Desember 2023   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ABSTRAK

Generasi muda sering kali menjadi identik dengan pelopor munculnya segala inovasi akan teknologi yang dengan kecakapannya mampu mentransformasikan suatu zaman. Generasi muda pula menjadi generasi yang adaptif akan perkembangan akan modernitas zaman yang semakin pesat di tengah arus disrupsi. Tentunya dalam hal ini generasi muda menjadi sebuah agen yang memiliki peran yang begitu krusial dalam penentuan nasib bangsa dan negara di tengah arus disrupsi tersebut. Representasi politik generasi muda sangat penting dalam penentuan sebuah kebijakan yang lebih terbarukan dan mengakomodasi kepentingan generasi muda. Tingginya tingkat partisipasi pemilih muda yang berkisar 60% pada pemilu 2024 dan proporsi jumlah penduduk yang lebih dominan menjadi sebuah keharusan lagi dalam menciptakan representasi yang ideal bagi anak muda di parlemen. Bagaimana cara mewujudkan hal tersebut? Langkah yang harus dilakukan ialah menciptakan partisipasi politik yang tinggi bagi para generasi muda. Dan dalam mewujudkan hal tersebut tentunya diperlukan kesadaran akan politik yang tinggi
bagi generasi muda.
Kata Kunci : Generasi Muda, Representasi, Disrupsi, Pemilu 2024

Dalam sebuah tantangan besar yang dihadapi negara-negara dunia dewasa ini ialah derasnya arus disrupsi yang membawa kepada merebaknya inovasi-inovasi akan kemajuan teknologi yang sangat signifikan. Tentunya dalam hal ini generasi muda menjadi sebuah agen yang memilki peran yang begitu krusial dalam penentuan nasib bangsa dan negara di tengah arus disrupsi tersebut. Lalu apakah dengan apa generasi muda dapat turut andil menjadi aktor penggerak negara? Iya, karena lewat partisipasi dan representasi politik anak muda dengan kiprahnya dalam sistem perpolitikan negara peran generasi muda dapat mampu lebih proaktif dalam menentukan kemana arah negara ini akan dibawa dalam menghadapi arus disrupsi ini. Generasi Milenial merupakan generasi yang lahir pada rentang tahun 1981-1996 an Generasi Z merupakan generasi yang lahir pada tahun 1997-2012 (Rosariana, 2021). Generasi inilah yang juga menjadi aktor dalam terjadinya gelombang arus disrupsi. Generasi ini pula yang mampu beradaptasi dengan arus pesatnya perkembangan teknologi dan mampu memanfaatkannya dengan baik. Kehadiran arus disrupsi dalam peradaban manusia dapat dipahami sebagai sebuah perubahan yang terjadi akibat pemanfaatan teknologi yang begitu masif dalam berbagai sektor sehingga dapat mengubah suatu pola lama menjadi pola yang lebih baru dan berbeda (Deloitte, 2017). Disrupsi sendiri memiliki potensi pada berubahnya status quo yang sudah berlangsung dalam sebuah pola peradaban yang ada. Hal ini tidak hanya berimplikasi pada penggunaan teknologi secara konvensional semata melainkan pada ranah-ranah lain dalam peradaban manusia. Dalam essai ini tema yang dibawakan akan berfokus pada ranah politik sebagai suatu sendi peradaban yang tidak akan pernah usang oleh zaman. Term politik sendiri akan merujuk pada banyak hal yang berkaitan dengan kepentingan bersama. Arus peradaban yang dewasa ini terbubuhi oleh pengaruh pesatnya perkembangan teknologi dalam beragam sektor akan dapat mengubah kondisi sosial dan politik masyarakat secara luas. Di abad ini, transformasi dan peralihan antar generasi juga ikut terjadi menyusul adanya perkembangan teknologi yang merebak secara masif ini. Berbicara politik di Indonesia maka sistem politik yang berlaku dan diimplementasikan yakni sistem demokrasi. Sistem demokrasi sendiri memiliki banyak jenis, namun sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia berupa demokrasi perwakilan. Menurut Dahl (2000), demokrasi perwakilan merupakan sebuah pendelegasian seseorang yang dipercaya oleh masyarakat untuk membuat sebuah keputusan atau kebijakan politik. Konsep demokrasi perwakilan identik dengan adanya lembaga legislatif
sebagai sebuah wadah terbentuknya aspirasi dari para konstituen, melegitimasi sebuah keputusan, melakukan budgeting, dan check and balances bagi lembaga eksekutif.

Di Indonesia sendiri kita mengenal lembaga legislatif sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terdiri atas para wakil-wakil rakyat yang terpilih dan dipercaya oleh rakyat melalui pemilu. Sebagai representasi dari rakyat Indonesia, tentunya anggota dewan yang mengisi kursi di parlemen berasal dari beragam latar belakang baik dari daerah, suku, agama, bahkan generasi. Proporsi dari anggota dewan yang berada di parlemen berkisar mayoritas diisi oleh generasi-generasi yang sudah tua. Hal ini berbanding terbalik dengan proporsi anak muda yang hanya sedikit.
Menurut Dyah Roro Esti dalam Media Indonesia (2021) menyatakan bahwa proporsi anak muda di parlemen hanya berkisar 10%. Tentunya hal ini menjadi sebuah ketimpangan diantara banyaknya generasi yang sudah berusia lebih lanjut menduduki kursi parlemen. Seiring dengan bergantinya sebuah era dan semakin derasnya arus disrupsi yang melanda tentunya regenerasi menjadi hal yang sangat krusial. Representasi generasi muda sangat penting dalam penentuan sebuah kebijakan yang lebih terbaharukan dan mengakomodasi kepentingan generasi muda. Agent of change bukan hanya menjadi sebuah identitas tanpa arti melainkan sebuah kenyataan dan keharusan yang tersematkan dalam generasi muda yang juga menjadi pembaharu bangsa. Generasi muda menjadi generasi yang banyak hadir sebagai intelektualis dengan kecakapannya akan akses teknologi dan keluasan akan ilmu pengetahuan. Tentunya sebagai generasi yang memiliki banyak privilege hal ini menjadi sebuah keharusan bagi generasi muda sebagai katalisator perubahan dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat dan menjadi aktor penting dalam menciptakan sebuah kebijakan yang hadir untuk masyarakat secara luas (Istichomaharani & Habibah, 2016).

Dari sebuah tesis di atas tak dapat dipungkiri kembali bahwa kehadiran generasi muda dalam parlemen sangatlah penting terlebih lagi dengan era yang semakin pesat dan maju. Dan dalam memanifestasikan representasi generasi muda sendiri diperlukan sebuah partisipasi dan kesadaran politik yang besar dari generasi muda. Tingkat 10% proporsi anak muda tentunya menjadi sebuah permasalahan tersendiri yang dapat dimaknai bahwa minat generasi muda untuk terjun dalam ranah politik masih cenderung rendah. Dalam data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik ditahun 2022, jumlah penduduk usia muda Indonesia pada tahun 2020 berjumlah sekitar 53% (Antara, 2021). Dan dalam tingkat partisipasi politik sendiri menurut KPU, jumlah pemilih muda di pemilu 2024 sendiri berkisar 60% yang di antaranya banyak pemilih pemula (Pitaloka, 2023). Tentunya hal ini menjadi sebuah angin segar mengingat tingginya tingkat pemilih muda yang berpartisipasi dalam kontestasi politik 5 tahunan itu. Idealnya dengan tingginya jumlah penduduk muda dan tingginya proporsi pemilih dalam pemilu dari kalangan muda seharusnya diiringi pula dengan representasi yang seimbang bahkan lebih besar di parlemen.
Tentunya diperlukan sebuah kebijakan dalam menghadirkan eksistensi anak muda yang besar di kursi parlemen. Sebagai contoh proporsi 30% representasi perempuan dalam parlemen dapat diadaptasi sebagai sebuah kebijakan yang serupa dalam mengakomodasi kiprah anak muda di parlemen. Dan lebih dari itu pastinya kesadaran bagi generasi muda akan pentingnya partisipasi politik praktis baik sebagai pemilih maupun sebagai aktor yang bermain di kancah politik menjadi sangat penting dalam memanifestasikan kiprah politik bagi generasi muda di lembaga negara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline