Lihat ke Halaman Asli

Rahmatul Ummah As Saury

Penulis dan Editor Lepas. Pemilik www.omah1001.com

Kaum Mustadhafien dan "Spirit" Maulid Nabi

Diperbarui: 2 Desember 2017   00:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Kompas.com

Perayaan Maulid Nabi seringkali dimaknai sebagai simbol cinta dan ekspresi suka cita atas peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, bahkan fakta historis memaparkan bukti spirit maulid memiliki dampak positif terhadap semangat perjuangan Islam.

Sebagaimana peringatan maulid Nabi pertama kali dirayakan pada masa Sultan Shalahuddin Al Ayyubi dari Dinasti Mamalik (1193 M) dengan tujuan mengobarkan semangat kaum muslim untuk menang dalam medan pertempuran perang salib (the crusade), ada juga pendapat perayaan maulid telah dimulai sejak  Dinasti Fatimiyah (909-1171 M) seperti bisa dilacak pada karya-karya al Qasqashandi (w. 1418 M) dan al Makrizi (w.1442 M).

Namun, terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, maulid Nabi sudah menjadi tradisi Islam yang memiliki spirit transformatif yang bertujuan mengenang sejarah perjuangan Nabi Muhammad, meskipun di beberapa tempat masih terkesan sekadar menjadi serimonial meriah dengan membaca sholawat, Al Barzanji, Ad Dibai, Burdah, Simtud Durar dan lainnya, daripada menjadi ruang reflektif untuk mengevaluasi komitmen dan konsistensi meneladani dan meneruskan perjuangan Rasulullah SAW, terutama perjuangan Nabi dalam membela hak-hak kaum mustadhafien., termasuk para pedagang kecil seperti PKL.

Semua buku sejarah, menuliskan bahwa bahwa bagian dari perjalanan dan perjuangan Muhammad adalah sebagai pedagang yang jujur, yang memulai usahanya dari kecil (tanpa modal dan tanpa koneksi), karena kejujurannya beliau kemudian dipercaya menjadi mudhorib(manager) oleh Khadijah, salah satu shahibul maal (investor) besar di Mekkah.

Sebagai pengusaha muda yang masih berusia belasan tahun, Muhammad harus bersaing dan berjuang dengan pemodal-pemodal besar yang sering berlaku curang, memonopoli pasar dan memiliki koneksi luas, semacam usaha ritel saat ini. Dan, Etika kemanusiaan (human etic) seperti kejujuran, amanah, tidak mengambil keuntungan berlipat ganda (adh'afan mudha'afah), tidak menyuap dalam memuluskan bisnis, tidak dzalim dan memonopoli usaha adalah beberapa prinsip dan etika bisnis yang dipaktikkan Muhammad.

Muhammad tak pernah mencari keuntungan besar dari perniagaannya, baginya meski margin pertransaksinya kecil, tetapi volume penjualan besar adalah lebih penting, sehingga lewat strategi itu ia bisa menguasai pasar. Pada usia 25 tahun, Muhammad sudah sukses menjalankan perniagaannya, sehingga di usia tersebut dia berani menikahi Khadijah dengan mas kawin 125 ekor unta terbaik.

Dalam buku Muhammad A Traderkarya Afzalur Rahman dijelaskan bahwa ketika menginjak usia 17 tahun, Muhammad telah memimpin kafilah dagang hingga ke luar negeri. Reputasi dan integritasnya sangat cemerlang. Dia dikenal di Syam, Yaman, Yordania, Irak, dan pusat-pusat perdagangan lain. Tercatat 17 negara telah ia kunjungi untuk berdagang. 

Selain jujur dan amanah, Muhammad tidak pernah mematikan bisnis orang lain, etika dan prinsip bisnis inilah yang akhirnya diikuti, diteladani dan menjadi kegandrungan para pedagang di Jazirah Arab selanjutnya.

Mestinya, konteks perayaan maulid pada saat ini, spiritnya bukan lagi untuk mengobarkan semangat juang perang dan memenangkan peperangan bersenjata, melainkan mulai digeser pada strategi perjuangan untuk mengadvokasi kelompok lemah (mustadhafien) seperti pelaku usaha kecil dan mikro, yang semakin hari semakin tergerus dan terdesak oleh para pemilik modal. Pemodal bukan hanya menguasai setiap lahan bisnis produktif di kota, tetapi juga mulai merambah desa dan kampung-kampung, yang bisa mematikan usaha rakyat kecil.

Spirit maulid, sebagai spirit untuk meneladani kehidupan Muhammad seharusnya tidak berhenti pada perayaan-perayaan formal dengan meninggalkan substansi spirit positif perayaan Maulid. Sebab, semangat juang yang harus terus digelorakan dan dijaga semangatnya tidak hanya berlaku untuk perang bersenjata, tapi bisa juga berlaku pada semangat juang membela kaum mustadhafien, memberdayakan ekonomi umat dengan memberantas korupsi, monopoli usaha, kriminalitas bisnis dan kemiskinan.

Pedagang Kali Lima (PKL) yang seringkali menjadi pesakitan dan korban dari kebijakan penguasa dan pengusaha, harus menjadi salah satu target yang niscaya dijamah oleh spirit maulid. Usaha kecil para PKL tidak boleh mati karena adanya monopoli pasar pemilik bisnis ritel. Pembangunan mart-mart harus dihentikan dan ditolak, bahkan dilawan jika tetap dipaksakan berdiri di tengah-tengah usaha kecil warga, karena ketika mereka diberikan kesempatan berdiri dan membuka usaha, maka saat itu juga seluruh pasar warung dan usaha kecil akan habis dan beralih kepada mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline