Halaman belakang Cafe Mama nampak temaram seperti tersiram sinar purnama yang menetes lewat celah-celah daun pohon, menerangi tanah dan panggung. Pohon-pohon terlihat kokoh berdiri di antara ranting-ranting yang jatuh meranggas, di sebelah kanan dan kiri tampak tirai hitam terpancang di antara dua tiang. Cahaya yang berasal dari lampu-lampu yang ditata secara apik memberi kesan halaman belakang cafe tersebut seolah benar-benar seperti purnama jatuh di tengah belantara.
Latihan pertunjukan "Putri Sumur Bandung" oleh "Kita Rombongan Seni-One" yang terdiri dari UKM IMPAS IAIN Metro, UKM Mentari UM Metro, Komunitas Cakau, Sanggar Satu Kata, Komunitas Sentir dan beberapa pelajar, mahasiswa dan dosen yang ada di Kota Metro membuat suasan Selasa (28/11) malam di Cafe Mama sangat meriah. Beberapa penonton terlihat hening saat latihan pertunjukan dimulai dan bertepuk tangan begitu adegan selesai, menunjukkan bahwa suasana latihan benar-benar mampu menghipnotis setiap pengunjung cafe yang hadir.
"Putri Sumur Bandung" adalah pertunjukan yang disutradarai oleh Andika Gundoel Septian bercerita tentang soal Sumur Putri dikenal juga dengan nama Sumur Bandung yang terletak persis di belakang eks Gedung Wanita Kota Metro.
Sumur Putri menurut penuturan beberapa orang tua adalah sumur tertua yang pernah ada di Kota Metro, ditemukan dan dibangun anatara tahun 1935-1942 atau sekitar 82 tahun yang lalu. Kala itu, Sumur Putri menjadi sumber mata air beberapa daerah yang ada di sekitar Kewedanan Metro, seperti Kota Gajah, Trimurjo, Metro Kibang dan Pekalongan, terutama ketika musim kemarau. Warga yang berasal dari daerah-daerah tersebut datang mengambil air di Sumur Putri dengan menggunakan sepeda dan sebagian lagi datang berjalan kaki.
Sumur Putri juga sempat menjadi penyokong utama kebutuhan air di Pasar Cendrawasih, Shopping Center dan Pertokoan Sumur Bandung sebelum ada sumur-sumur bor, karena Sumur Putri tak pernah kering.
"Sumur tersebut dulunya, berbentuk lingkaran 2,5 meter dan dikelilingi batu kali setinggi setengah meter, lokasinya di cekungan kira-kira 7 meter dari dasar bangunan Kewedanan Metro dulu. Air Sumur Putri sangat jernih, saking jernihnya tak jarang anak-anak nekad nyemplung ke dalam sumur." Tutur beberapa orang tua.
"Pertunjukan Sumur Putri ini hendak membaca jejak langkah keberadaan Sumur Putri yang sempat menjadi sumber mata air beberapa daerah, menjadi sumber kehidupan, dan sayangnya justeru kini diabaikan," kata Andika Septian, yang akrab disama Gundoel, seniman yang menyutradarai langsung naskah Putri Sumur Bandung ini, dibantu Wahyu Dicky sebagai Pimpro.
Menuturkan sejarah memang tidak harus dipaparkan lewat cerita lisan atau dengan bacaan. Begitulah kira-kira yang hendak ditegaskan dalam Pertunjukan Putri Sumur Bandung yang akan dipentaskan oleh beragam komunitas di Kota Metro ini, Sabtu (02/12/2017) mendatang. Pertunjukan yang ditata apik lewat seni, drama, tarian dan musik, mengisahkan salah satu sisi wajah Kota Metro tempoe doeloe, yang jarang diketahui generasi millenial.
"Saya berperan sebagai salah satu dayang Putri. Dalam pertunjukan ini kami bertugas menghibur Putri yang sedang sedih, karena sumur tempat biasanya kami mandi kini sudah tidak terurus bahkan tidak bisa diakses lagi," ujar Rani salah satu pemeran Putri Sumur Bandung.
Pernyataan Rani memang didukung oleh pengakuan masyarakat sekitar Sumur Putri.
Menurut penuturan beberapa orang tua yang tinggal di sekitar Sumur Putri, dulu saat Kota Metro belum seramai saat ini, mereka seringkali mendengar suara beberapa perempuan seperti suara bidadari-bidadari yang turun dari Kahyangan sedang mandi atau mencuci pakaian, namun begitu diintip tidak terlihat dan ditemukan apapun. Untuk itu, Sumur Putri diyakini bukan hanya dimanfaatkan oleh manusia saja, tetapi juga digunakan oleh para bidadari untuk mandi.