Ketiganya terkapar dengan mulut berbusa.
"Maafkan aku kawan, akulah yang menaburi racun pada kopimu, aku tak tahan menjadi orang miskin sehingga tergiur tawaran Tuan Saleh, menjanjikan sejumlah uang untuk membunuhmu," dalam kondisi sakarat ketiganya membuat pengakuan yang sama.
***
Sebuah undangan berwarna hitam, bertuliskan tinta putih keperakan tergelatak di atas meja ruang tamu.
Khan meraih dan membaca pelan, "undangan pernikahan," ejanya. Ia kembali meletakkannya, sembari berlalu menuju kamarnya yang berantakan. Tanpa mengeluarkan sepatu, Khan langsung membaringkankan tubuhnya di tempat tidur, terlentang menatap langit-langit kamar.
Baginya undangan pernikahan adalah petaka. Tak tersisa lagi teman sebayanya.
"Minggu besok, Maul menikah!" Ibunya masuk kamar dan melempar undangan yang tadi ia tinggalkan di atas meja.
Setiap kali ibunya memberi tahu undangan pernikahan teman-temannya, Khan akan segera menyambar bantal dan menelungkupkannya di atas kepala.
Namun, ini soal Maul. Orang yang tak ingin Ia ingat sama sekali, sejak kejadian tragis di kedai kopi setahun lalu. Teman yang mencampurkan serbuk racun di kopinya karena tergiur materi dari Tuan Saleh, tawaran yang juga berlaku untuk dirinya dan Iyan.
Kejadian yang akhirnya menjadikan malam petaka bagi mereka bertiga, mereka sama-sama terkapar dengan mulut berbusa, Iyan meninggal di rumah sakit. Ia selamat sebelum akhirnya memilih balik kampung, berubah menjadi lebih pendiam dan suka menyendiri, sedangkan Maul menghilang tanpa kabar berita.