Pada abad pertengahan keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar: Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Dari ketiga kerajaan besar ini, Kerajaan Usmani lah yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya. Kekuasaan Islam terakhir yang menamakan dirinya Khilafah yaitu Khilafah Usmaniyah atau sering disebut Kesultanan Turki Usmani.
Jatuhnya Konstantinopel menandai akhir riwayat Kekaisaran Byzantium, yang dipandang sebagai salah satu penguasa adikuasa sebelum Islam muncul. Konstantinopel berada disebuah tempat yang secara geografis sangat istimewa, karena berada di atas tujuh bukit di mana orang dapat melihat secara leluasa. Kota ini juga terletak di perbatasan Eropa dan Asia yang merupakan persimpangan jalan antara belahan bumi bagian Barat dan Timur, dan di antara Laut Hitam dan Laut Tengah. Konstantinopel dikenal memiliki cuaca yang bervariasi serta dilindungi oleh dinding tebal dan benteng yang kokoh, yang berfungsi untuk menahan serangan dari orang-orang Berber, Rusia, dan Bulgaria. Kota ini merupakan tempat yang sulit diserang oleh orang-orang Arab, Persia, dan bangsa- bangsa lainnya.
Muhammad Al-Fatih merupakan kunci utama keberhasilan penaklukan terhadap Konstantinopel pada tahun 1453 Masehi. Adapun usaha-usaha atau peranan Muhammad AlFatih dalam pembebasan Konstantinopel adalah menambah personil militer dan memperkuat armada laut, membangun benteng Romali Hishar, menghimpun persenjataan, mengadakan perjanjian damai dengan beberapa negara rival, memimpin pengepungan Konstantinopel atau sebagai panglima perang, menyebarkan dakwah Islam ke seluruh Konstantinopel dan sekitarnya.
Daulah Bani Utsmaniyah sangat terkenal akan kebesaran dan kekuatan militernya, baik dari segi jumlah personil maupun dari segi kualitas dan semangat tempurnya yang sanga ttinggi dan mencapai puncaknya pada masa Sultan Muhammad Al-Fatih. Sultan Al-Fatih sangat memperhatikan personil perangnya hingga berhasil menghimpun dan mengorganisir lebih 250.000 personil tentara yang terdidik dan terlatih secara matang. Untuk menaklukkan Konstantinopel Muhammad Al-Fatih benar-benar telah menyiapkan pasukan atau tentara dalam jumlah yang sangat besar, agar cita-citanya untuk menaklukkan Konstantinopel benar benar terwujud.
Dalam usaha penaklukan Konstantinopel Muhammad Al-Fatih langsung memimpin dan mengorganisir pasukannya sebagai panglima militer tertinggi meskipun demikian ia mengangkat panglima perang atau jenderal-jenderal dalam memimpin peperangan disetiap pasukan. Dalam pengepungan ini, Al-Fatih mengorganisir dan memantau langsung pasukan Utsmani tersebut, bahkan ia sangat memperhatikan perbekalan tentaranya, baik persenjataan maupun logistik. Konstantinopel merupakan kota yang sangat kokoh, dikelilingi oleh benteng. Dilihat dari kekokohannya, kecil sekali kemungkinan untuk bisa menembus benteng tersebut, namun Al-Fatih benar-benar seorang panglima yang ulung, sebelum melakukan penyerangan ia mempersiapkan peta dan menyusun strategi yang matang untuk keberhasilan pengepungan ini.
Sebelum menggempur Konstantinopel Muhammad Al-Fatih mengirim utusan kepada Kaisar Byzantium agar tunduk di bawah kekuasaan Islam secara damai . Setelah melihat kebulatan tekad Muhammad Al-Fatih untuk menaklukan Konstantinopel Kaisar Konstantine lebih memilih untuk mempertahankan kota itu dari pada menyerahkan kota tersebut kepada pasukan Islam, sehingga pasukan Utsmaniyah terus menggempur Konstantinopel.
Pengepungan terhadap Konstantinopel berlangsung cukup lama, hal ini dikarenakan Konstantinopel merupakan kota benteng yang sangat kokoh dan aman dari jangkauan musuh, serta bantuan dari Eropa yang selalu mengalir ke Konstantinopel lewat Tanduk Emas menyebabkan bertambah lamanya pengepungan kota tersebut. Bahkan ketika kapal-kapal Al-Fatih akan memasuki teluk, orang-orang Romawi langsung menutupnya dengan sebuah rantai yang sangat besar yang tidak dapat dilewati.
Muhammad Al-Fatih membagi pasukannya menjadi tiga lapis dari 250.000. Siauw (2012) menjelaskan setelah mempersiapkan meriam raksasa yang melontarkan peluru seberat 700 kg, Al-Fatih lalu mempersiapkan 250.000 total pasukannya yang terbagi menjadi 3, yaitu pasukan laut dengan 400 kapal perang penyerang melalui laut Marmara, kapal-kapal kecil untuk menembus selat Tanduk, dan sisanya melalui jalan darat menyerang dari sebelah barat Konstantinopel, awal penyerangan ini dilakukan pada tanggal 6 April 1453, yang terkenal dengan The Siege of Constantinople.
Setelah berminggu-minggu berperang namun benteng kota Konstantinopel belum juga dapat ditembus, walaupun menggunakan meriam-meriam yang sangat canggih, kemudian AlFatih mengganti komandan armada pasukan laut, Balta Oghlmi dengan Hamzah Pasya, karena dianggap tidak mampu mencegah kapal-kapal Eropa yang mendarat di teluk Tanduk Emas(AshShalabi, 2003: 116-117). Khawatir kapal-kapalnya mendapat serangan dari selatan, maka kemudian Muhammad Al-Fatih memerintahkan pasukannya untuk menarik kapal-kapal dari selat Bosporus ke daratan melalui celah salah satu gerbang sebelah Barat kemudian dilabuhkan di Tanduk Emas. Karena salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Golden Horn yang sudah dirantai hanya dalam waktu semalam 70 lebih kapal bisa memasuki wilayah selat Golden Horn. Pekerjaan ini dilakukan di tengah tengah kelengahan tentara Byzantium dan merupakan cara yang tidak lazim.
Pekerjaan ini diawasi langsung oleh Al-Fatih dari jarak yang aman dan tidak terjangkau oleh pasukan Byzantium. Pekerjaan ini selesai dilakukan dengan waktu hanya satu malam. Pagi hari tanggal 23 Mei 1453, penduduk kota terbangun oleh teriakan takbir dan dentuman meriam pasukan Utsmaniyah dari Tanduk Emas. Dan kini tidak ada lagi penghalang antara pasukan Byzantium yang mempertahan kota dengan dengan pasukan Utsmaniyah. Setelah berhasil memasuki kota benteng tersebut, Muhammad Al-Fatih membagi pasukan menjadi tiga lapis pasukan, yaitu Irregular di lapisan pertama, Anatolian Army di lapisan kedua dan pasukan ketiga yaitu pasukan khusus,Yenisseri. 29 Mei 1453, setelah sehari istirahat perang, Al-Fatih kembali melakukan serangan umum, dengan tiga lapis pasukan, iregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan Yenisseri.
Pada tanggal 29 Mei 1453, hari selasa jam satu pagi, serangan umum mulai di lancarkan secara intensif. Serangan di lakukan segala penjuru dengan tiga pasukan yang bergantian. Pada saat yang bersamaan panglima Byzantium Giovanni Guistiniani melarikan diri akibat luka yang sangat parah, sementara Kaisar Konstantine IX Paleologus mati terbunuh dalam pertempuran tersebut oleh Sultan Muhammad Al-Fatih. Pada hari itu juga kota Konstantinpel jatuh ke tangan pasukan umat Islam di bawah Sultan Muhammad Al-Fatih. Mengenai kejatuhan Konstantinopel pada saat serangan umum ini sesuai dengan pendapat Berg dkk (1952: 312), menyebutkan "Ketika diadakan serangan umum, yaitu pada tanggal 29 Mei 1453, dapatlah lima puluh orang pprajurit Jenisseri merebut satu pintu gerbang kota, yang kurang kuat pertahanannya". Sehingga pada tanggal 29 Mei itu juga pasukan Muhammad Al-Fatih berhasil menguasai kota Konstantinopel.