Lihat ke Halaman Asli

Rahmat Setiadi

Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Ujaran yang Menjadi Ajaran

Diperbarui: 28 Desember 2022   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by Unsplash

Kita sering mendapatkan kata "ujaran" yang berarti omongan, yang saat ini direpresentasikan dalam bentuk tulisan, divisualisasikan dalam bentuk gambar dan video, maupun realitas virtual.

 Ujaran yang dulu hanya terbatas oleh ruang dan waktu tertentu kini memiliki jejak yang mudah diambil, ditelusuri, dan menjadi bukti kebenaran. Yang dulu hanya 'katanya' kini bisa disaksikan.

 Seperti halnya tulisan, memvideokan dan membuat realitas virtual juga memiliki konsep-konsep agar menarik perhatian, memberikan efek yang mengarah pada pembentukan tujuan.

 Ketika kita bicara lalu ada dorongan untuk mengetahui, itu sudah masuk kedalam tema. Dan tema yang memiliki konsep akan menggunakan tema-tema tambahan untuk kemudian menuju tema utama. Dalam hal ini maka ujaran menjadi ajaran.

Kita bisa saja mengatakan bahwa ngobrol itu biasa, obrolan itu penting sebagai makhluk sosial, tanpa sadar ujaran dalam obrolan merupakan sarana untuk mempengaruhi kehidupan orang lain.

Ketika anda bicara, anda tidak hanya mengeluarkan apa-apa yang bisa anda ungkapkan. Segala informasi yang anda terima hingga menjadi ingatan akan anda olah kembali menjadi sesuatu yang ingin anda ungkapkan. Yah! Ketika anda bicara anda sedang berpolitik.

Berpolitik sejatinya adalah mempengaruhi orang lain untuk memahami dan menyetujui apa yang anda inginkan. Kita akan tertarik dengan apa yang kita jadikan hal-hal kesepahaman, dan sebisa mungkin menghindari hal lainnya. Maka itu manusia menjadi mahluk sosial yang berkelompok.

Ajaran tidak selalu tentang definisi menurut kamus yang mengartikannya sebagai sebuah kepercayaan dengan ritualnya, ajaran lebih jauh dari itu. Kadang definisi itu untuk memudahkan memahamkan orang lain atas sesuatu dengan memberikan batasan-batasan.

Bisa saja kita mengatakan bahwa ajaran merupakan bentuk dari Interpretasi atau penafsiran, yang  tak lepas dari problem bahasa dan problem makna. Oleh sebab itu, ada sebuah tanya yang menggoda, misalnya, apakah sastra sejenis bahasa khusus atau sejenis penggunaan bahasa yang khusus? Hal demikianlah yang merupakan problem makna dalam penafsiran atau interpretasi.

Ketika ada baris atau bait puisi misalnya, maka makna baris dan bait puisi itu pun tak mudah untuk ditangkap. Oleh karena itu, setidaknya ada tiga dimensi atau level makna yang berbeda:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline