Di Bulan Bahasa dan Sastra 2022 dan masih dalam semangat Sumpah Pemuda, yang juga sebagai tahun Kompasiana ke-14. Sebagai kompasianer mari kita ramaikan dengan karya-karya yang bisa dinikmati oleh banyak orang. Di kesempatan ini tentu saja saya mencoba turut serta melalui puisi dengan diksi yang jarang digunakan.
Puisi masih menyisakan beda pendapat di antara para ahli. Ada yang mengatakan seperti kerangka karangan. Ada yang bersikukuh yang penting singkat, padat, meski bersifat prosa. Ada yang bilang puisi ya puisi, bukan cerpen apalagi novel, dan lain sebagainya. Tapi yang pasti puisi selalu memberi kesan berpikir, tetap mengedepankan pemilihan diksi.
Diksi dalam puisi akan berbeda-beda pada tiap penulis. Secara umum ada yang mudah dipahami dan ada pula yang butuh keterangan tertentu. Sebagai penikmat awam, kita tidak memerlukan banyak pertimbangan. Tidak perlu harus mengerti benar tentang matahari baru kemudian menikmati sinarnya, begitu kira-kira.
Namun begitu, bila para ahli mengkategorikan sinar matahari dan menggali lebih dalam manfaat dan seluk-beluknya, kita cukup tahu bahwa diksi yang baik cukup selaras dengan keinginan kita. P
ersis seperti arunika dan swastamita, sinar matahari pagi dan senja saja cukup sudah. Tentang bagus, tepat atau tidak, biarkan pembaca dan waktu yang menentukan. Intinya bikin saja sebaik yang kita bisa. Dan tentunya, kita menikmati tanpa terkekang penilaian-penilaian atau pendapat yang bisa mematahkan semangat berkarya.
Tetap berkarya dan terus berkarya. Selamat menikmati puisi berikut ini.
Aksara Penyelamat
Aksara dirgantara terserak, berantakan