Menjadi Kompasianer merupakan pengalaman baru bagi saya, walau begitu saya berusaha mengejar ketertinggalan saya dari para pendahulu. Menariknya, sebagai newbie saya patut bersyukur karena Kompasiana memberikan peluang dan arahan untuk bisa mencapai apa yang sudah digopay, ups! Maksudnya yang sudah digapai para senior.
Di usia Kompasiana yang ke-14 tahun, saya sebagai Kompasianer mencoba turut serta memeriahkannya dengan puisi-puisi saya yang memakai diksi-diksi lama, diksi yang jarang digunakan akhir-akhir ini oleh para pecinta puisi. Saya rasa ini penting sebagai penyeimbang perkembangan bahasa pergaulan dan bahasa serapan dari bahasa asing, yang pada gilirannya menjadi faktor bertambahnya perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia.
Bulan Bahasa 2022 menjadi momentum untuk kembali membangkitkan diksi-diksi lama, diksi-diksi yang jarang digunakan, diksi yang berakar dari budaya luhur bangsa. Kita tahu bahwasanya banyak kata yang berasal dari setidaknya tujuh ratusan bahasa daerah di negara kita Indonesia yang enak diucapkan, enak terdengar, dan sarat makna.
Selanjutnya, silahkan menikmati puisi berikut.
TEYAN ( Andai Boleh Aku Menghina )
Pada wajah-wajah cendala
Berkalang debu dan tak tahu malu