Kecintaan Bung Karno kepada Islam salah satunya diperlihatkan melalui kedekatan dengan masjid. Di Indonesia, ada beberapa masjid yang punya jejak arsitektur Bung Karno. Baik itu dalam kaitan sejarah pra kemerdekaan, hingga setelah Indonesia merdeka.
Sebagai seorang artsitek dan seniman, Bung Karno juga mengetahui dan paham bagaimana seharusnya rumah ibadah itu berdiri dan dibangun. Dalam masa pemerintahannya, Bung Karno tidak hanya berkontribusi dalam menyetujui pembangunan masjid, namun juga memperhatikan arsitektur, seni dan kekohohan bangunan rumah ibadah itu.
Berikut ini beberapa masjid di Indonesia yang terdapat sentuhan arsitektur Bung Karno, yang dirangkum dari https://bungkarno.id/ :
Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal punya makna kemerdekaan. Karenanya, masjid tersebut tidak hanya dibangun megah, namun Bung Karno juga ingin bangunannya kuat dan bisa bertahan beberapa abad lamanya. Bung Karno tidak hanya membangun fisiknya, namun juga terlibat dalam meletakkan nilai-nilai filosofis serta dalam menentukan lokasi masjid.
Awalnya, masjid ini diusulkan untuk didirikan di daerah Thamrin Jakarta Pusat, dengan pertimbangan bahwa Thamrin termasuk kawasan permukiman yang dinilai cocok untuk menjadi tempat berdirinya suatu masjid yang besar. Namun Bung Karno memilih lokasi yang saat itu masih berdiri taman Wilhelmina. Maka, kemudian diputuskan lah pembangunan Masjid Istiqlal di lokasi bekas benteng Belanda Frederick Hendrik yang dibangun Gubernur Jenderal Van Den Bosch pada tahun 1834. Lokasi ini berdampingan dengan Gereja Katedral, rumah ibadah Umat Katolik, sehingga Istiqlal dan Katedral bisa menjadi salah satu simbol toleransi.
Kesepakatan membangun Masjid Istiqlal terjadi pada 7 Desember 1954. Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam ditunjuk sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Presiden Soekarno sendiri yang kemudian ditunjuk sebagai ketua dewan juri untuk menentukan rancangan Istiqlal. Bahkan, Bung Karno memimpin pembangunan Masjid Istiqlal pada 1966 berdasarkan Surat Keputusan Nomor 78/1966. Adapun Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik dan Jenderal AH Nasution tercatat sebagai wakilnya.
Sementara itu dari sisi arsitek, dipililah Frederich Silaban, seorang arsitek beragama Kristen Protestan. Frederich dipilih melalui sebuah sayembara yang tim jurinya dipimpin sendiri oleh Bung karno yang juga seorang arsitek. Frederich mampu meyakinkan para juri sehingga karyanya yang dipilih sekaligus ia mendapapatkan medali emas seberat 75 gram dan uang tunai Rp 25.000.
Masjid Baiturrahim Istana Merdeka
Masjid Baiturrahin berada yang berada di lingkungan Istana Merdeka Jakarta prosesnya berlangsung sejak 1959 hingga tahun 1961 atas prakarsa Presiden Soekarno. Bentuknya mungil yaitu sekitar 605 meter persegi. Walaupun begitu, masjid Baiturrahim sudah cukup untuk menunjang berbagai aktivitas ibadah orang-orang yang beraktivitas di Istana, termasuk Persiden. Lokasi yang dipakai untuk mendirikan masjid ini dulunya adalah lapangan tenis.
Bung Karno menginginkan masjid ini sejajar dengan Istana Merdeka. Namun sebelum itu ia terlebih dahulu berkonsultasi dengan ayah dari Habib Abdurrahkam Al Habsyi Kwitang dan KH Sidiq Fauzi dari Kuningan. Kedua ulama itu kemudian membolehkan masjid tetap sejajar dengan bangunan istana yang sudah ada terlebih dahulu, namun arahnya harus sesuai dengan kiblat.