Kekeringan adalah salah satu bencana alam yang sering terjadi di berbagai wilayah di dunia, termasuk di Indonesia. Kekeringan dapat berdampak negatif bagi kehidupan manusia dan lingkungan, seperti gagal panen, krisis air bersih, konflik sosial, dan kerusakan ekosistem. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami apa itu kekeringan, apa penyebabnya, bagaimana cara menilai dan memprakirakan kekeringan, serta bagaimana cara mengelola dan menanggulangi kekeringan.
Definisi Kekeringan
Secara umum, kekeringan dapat didefinisikan sebagai kondisi di mana suatu wilayah, lahan, maupun masyarakat mengalami kekurangan air sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Kekeringan dapat disebabkan oleh faktor alam maupun manusia. Faktor alam meliputi variabilitas iklim, pola hujan yang tidak menentu, fenomena El Nino dan La Nina, serta perubahan musim. Faktor manusia meliputi penggunaan air yang berlebihan, pembangunan yang tidak ramah lingkungan, deforestasi, polusi air, serta perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca.
Kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:
Kekeringan meteorologis: kekeringan yang disebabkan oleh tingkat curah hujan suatu daerah di bawah normal.
Kekeringan hidrologis: kekeringan yang terjadi ketika pasokan air tanah dan air permukaan berkurang.
Kekeringan agronomis: kekeringan yang berkaitan dengan berkurangnya kandungan air di dalam tanah, sehingga pertumbuhan tanaman dapat terganggu.
Kekeringan sosial ekonomi: kekeringan yang menyebabkan adanya krisis sosial dan ekonomi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan air bagi manusia dan lingkungan.
Penyebab Kekeringan
Penyebab kekeringan dapat bervariasi tergantung pada jenis dan lokasi kekeringannya. Namun secara garis besar, penyebab kekeringan dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
Penyebab alamiah: penyebab yang berkaitan dengan kondisi iklim dan cuaca yang tidak dapat diprediksi atau dikendalikan oleh manusia. Contohnya adalah variabilitas iklim tahunan atau dekadal yang menyebabkan perubahan pola hujan dan suhu udara; fenomena El Nino dan La Nina yang mempengaruhi sirkulasi angin dan tekanan udara; serta perubahan musim yang mempengaruhi durasi dan intensitas kemarau.
Penyebab antropogenik: penyebab yang berkaitan dengan aktivitas manusia yang mempengaruhi ketersediaan dan kualitas air. Contohnya adalah penggunaan air yang berlebihan untuk pertanian, industri, atau rumah tangga; pembangunan bendungan, irigasi, atau saluran air yang mengubah aliran sungai; deforestasi atau penggundulan hutan yang mengurangi kemampuan tanah menyerap air; polusi air akibat limbah atau pestisida; serta perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca yang meningkatkan suhu udara dan mengubah pola hujan.
Penilaian Kekeringan
Penilaian kekeringan adalah proses untuk mengukur tingkat keparahan dan dampak kekeringan pada suatu wilayah. Penilaian kekeringan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan indikator. Beberapa metode penilaian kekeringan antara lain adalah:
Metode statistik: metode ini menggunakan data historis curah hujan, debit sungai, ketinggian air tanah, atau kandungan air tanah untuk menghitung probabilitas terjadinya kekeringan. Contoh indikator yang digunakan adalah Standardized Precipitation Index (SPI), Palmer Drought Severity Index (PDSI), atau Surface Water Supply Index (SWSI).
Metode remote sensing: metode ini menggunakan data citra satelit untuk mengukur kondisi vegetasi, tanah, atau permukaan air pada suatu wilayah. Contoh indikator yang digunakan adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), Soil Moisture Index (SMI), atau Water Requirement Satisfaction Index (WRSI).
Metode gabungan: metode ini menggunakan kombinasi data statistik dan remote sensing untuk menghasilkan indikator kekeringan yang lebih akurat dan komprehensif. Contoh indikator yang digunakan adalah Standardized Precipitation Evapotranspiration Index (SPEI), Vegetation Condition Index (VCI), atau Combined Drought Index (CDI).
Prakiraan Kekeringan
Prakiraan kekeringan adalah proses untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya kekeringan pada masa mendatang berdasarkan data iklim dan cuaca saat ini. Prakiraan kekeringan dapat membantu dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk mengurangi risiko dan dampak kekeringan. Prakiraan kekeringan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai model dan teknik. Beberapa model dan teknik prakiraan kekeringan antara lain adalah:
Model iklim global: model ini menggunakan persamaan matematika untuk mensimulasikan dinamika atmosfer, lautan, daratan, dan es pada skala global. Model ini dapat memberikan prakiraan iklim jangka panjang (tahunan hingga dekadal) dengan resolusi spasial rendah. Contoh model iklim global adalah Coupled Model Intercomparison Project (CMIP), Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), atau El Nino Southern Oscillation (ENSO) Prediction System.
Model iklim regional: model ini menggunakan data dari model iklim global sebagai input untuk mensimulasikan dinamika iklim pada skala regional. Model ini dapat memberikan prakiraan iklim jangka menengah (bulanan hingga musiman) dengan resolusi spasial tinggi. Contoh model iklim regional adalah Regional Climate Model (RCM), Statistical Downscaling Model (SDM), atau Dynamical Downscaling Model (DDM).
Model hidrologi: model ini menggunakan data dari model iklim regional sebagai input untuk mensimulasikan ketersediaan dan pergerakan air pada suatu wilayah. Model ini dapat memberikan prakiraan kekeringan jangka pendek (mingguan hingga harian) dengan resolusi spasial tinggi. Contoh model hidrologi adalah Soil and Water Assessment Tool (SWAT), Variable Infiltration Capacity (VIC), atau Hydrological Modeling System (HEC-HMS).