Lebih dari satu tahun negara ini dilanda wabah covid-19. Pemerintah selaku pemangku kebijakan telah menerapkan berbagai jurus jitu, strategi, dan taktik untuk menangani pandemi. Berbagai saran dari akademisi dan tokoh telah diterima, mulai dari akademisi kesehatan, ekonom, tokoh publik, hingga tokoh-tokoh agama. Berbagai masukan dari masyarakat pun turut jadi pertimbangan kebijakan. Namun, sebagaimana yang kita saksikan kali ini, penularan covid-19 masih saja terjadi, bahkan dalam jumlah yang sangat besar. Pada tanggal 18 juli 2021, Indonesia menyumbang penularan covid yang cukup tinggi dengan angka 44,721 jiwa. Yang lebih menakutkan lagi, disaat bersamaan, Indonesia menjadi Negara dengan angka kematian tertinggi di dunia sebanyak 1093 jiwa atau diatas Brazil dengan jumlah kematian 939 jiwa ( sumber Worldometers ). Data ini bukanlah sekedar angka atau grafik yang biasa ditampilkan media. Ini merupakan realitas yang saat ini terjadi di Indonesia.
Tidak terbayangkan, dalam satu hari, bahkan setiap jam berapa keluarga yang berduka. Mereka dirundung pilu mendengar keluarganya yang menderita atau bahkan mereka sendiri yang bisa jadi korbannya. Derita ini harusnya bukan luka bagi mereka yang terpapar saja, tetapi mestinya juga menjadi luka untuk kita semua.
Dilain sisi dari pandemi covid-19, seharusnya kita juga merasakan epidemi bahkan pandemi kemiskinan. Tidak perlu mencari data, seharusnya kita sudah bisa mengamati sekitar kita bahwa kemiskinan dan penderitaannya itu nyata. Berapa banyak keluarga yang penghasilan utamanya harus hilang, kecuali kenangannya. Mereka buruh pabrik yang dikenai PHK, penyedia jasa yang berkurang penggunanya, atau pedagang-pedagang kecil yang harus kehilangan para pembelinya, bisa jadi sedang menangis dalam sepi atau berharap lebih kepada mereka yang kehidupannya terpenuhi.
Bagi orang-orang yang kehidupannya sudah terjamin keadaan, atau mereka yang digaji oleh negara, mungkin saat ini sedang tertawa bersama keluarga, menikmati fasilitas yang sudah ada. Tapi bagi mereka yang bahkan makan pun bingung mencari kemana, sekarang ini bisa jadi sedang meminta maaf kepada isterinya bahwa untuk makan hari ini hanya bisa dengan sepiring nasi dibagi tiga atau sedang menjelaskan kepada anaknya bahwa kuota data akan dibelikan seminggu kemudian padahal sudah habis sebulan yang lalu.
Kita sesungguhnya sangat berduka, harus ikhlas dengan perginya orang tercinta, atau dengan kehilangan pekerjaan yang sangat dibutuhkan. Tetapi, kita harus tetap kuat walaupun ditengah sakit yang terus menerpa. Kita tidak pernah tau sampai kapan kondisi ini akan terjadi. Yang terpenting saat ini adalah bisa makan agar tetap hidup, juga butuh penghasilan agar kebutuhan yang esensial dapat terpenuhi.
Hari ini, tanggal 20 Juli 2021, umat islam sedang merayakan salah satu momen istimewanya atau Hari Raya Idul Adha 1442 H. Hari yang identik dengan bagi-bagi daging hasil kurban ini adalah momen yang tetap disaat ekonomi sedang terdesak. Saat ini adalah saat yang baik untuk menyatukan semua sekat. Bagi orang mampu, tunjukkan bahwa kita tidak hanya kaya harta, tetapi juga kaya akan kedermawanan. Hasil kurban yang dimiliki harus terdistribusi kepada semua orang yang membutuhkan. Mungkin saat ini kita sedang terbatas dalam aktivitas, tetapi ibadah kurban tetap berjalan dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Jangan sia-siakan kesempatan yang besar ini. Apa yang kita beri adalah sesuatu yang berarti untuk kehidupan penerimanya. Tetapi, alangkah lebih baik jika berbagi seperti ini tidak dilakukan satu kali saja. Apa yang kita beri saat ini memang sangat berarti, tetapi krisis covid-19 masih terjadi diwaktu yang kita tidak ketahui kapan akhirnya. Mereka yang kelaparan bisa jadi akan semakin banyak, maka mereka yang memberi juga harus bertambah. Bukankah salah satu budaya yang ada di masyarakat kita sejak dahulu kala adalah semangat gotong royong, maka disaat seperti ini yang mesti kita lakukan adalah memperkuat budaya tersebut agar mereka yang sedang sakit baik kesehatan maupun keuangan tidak merasa sendirian karena kita adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai kekeluargaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H