Lihat ke Halaman Asli

Rahmat Naufal

Freshgraduate Pesantren Modern Ummul Quro Al Islami

Strategi Marketing Menggunakan Jasa SPG yang Berpakaian Terbuka? Boleh atau Tidak?

Diperbarui: 16 Juni 2024   12:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Siapa yang tidak kenal dengan kegiatan berdagang, kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup yang secara turun temurun dilaksanakan oleh pendahulu-pendahulu sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah Rasulullah yang dikenal dengan seorang pembisnis sejak di masa belia nya. Bahkan, seiring berjalannya dinamika kehidupan manusia, aktor berniaga mengalami revolusi, dalam artian tidak hanya per individu di suatu wilayah, tapi dapat per kelompok dan melewati batas wilayah negara.

Islam sangat memerhatikan sistem yang berjalan dalam kegiatan perniagaan. Sangat menegaskan dan mencegah praktik-praktik eksploitatif antara kedua pihak, antara pembeli dengan penjual, atau menjadi bahaya (Mudhorot) bagi orang lain seperti praktik memberatkan timbangan, menggunakan bahan pengawet yang berbahaya dalam menjual makanan, mengusir pedagang lain akibat takut bersaing dan lain sebagainya.

Sistem dari awal hingga akhir dalam berdagang sangat diatur oleh hukum syariat islam, pedagang harus memenuhi beberapa rukun atau syarat sah perdagangan. Imam Al-Rafi'I menyebut ada 3 syarat sah diantaranya, 1)  Adanya dua orang yang bertransaksi, yang terdiri atas penjual dan pembeli 2) Adanya lafaz akad (ijab dan Kabul)  sebagai pernyataan sah/kesepatakan antara dua pihak dalam  jual beli 3) Barang yang ditransaksikan.[1] ketiga point tersebut sangat ditekankan oleh hukum syariah terkhusus point yang ke dua dan ketiga, barang-barang yang ditransaksikan harus dapat terlihat dengan jelas, berkualitas, dan tidak berbahaya atau merugikan. Ketika penjual telah memerhatikan barang yang yang disuguhkan, maka langkah selanjutnya memastikan kesepakatan dari pembeli, biarkan pembeli melakukan pertimbangan, menilai, melihat (adanya tranparansi) dari barang yang disediakan. Ketika ke dua pihak telah sepakat maka praktik berdagang dikatakan sah.

Praktik berdagang pada dasarnya merupakan upaya memperoleh keuntungan. Dorongan kepentingan tersebut yang akhirnya para pedagang berlomba-lomba untuk meraih keuntungan melalui strategi marketing, sebuah upaya untuk dapat menjangkau pembeli lebih luas. Seiring terjadinya perkembangan teknologi, manusia melakukan bernuansa strategi marketing, terlebih sejak perkembangan internet, informasi dengan cepat dikonsumsi oleh masyarakat bahkan hingga mancanegara, profesi influencer kerap diminati untuk dapat memperoleh atensi serta meningkatkan branding produk.

Lalu bagaimana jikalau strategi marketing dilakukan dengan melalui jasa SPG (Sales Promotion Girl) yang menggunakan berpakaian terbuka?? 

Penulis mengambil kasus penjualan hewan kurban di Yogyakarta yang dilakukan dengan menggunakan jasa SPG sebagai strategi marketing. Adi Karnadi seorang penjual hewan kurban yang sempat viral akibat aksi penjualannya yang menggunakan jasa SPG dalam strategi marketing serta berhasil menjual hingga ratusan ekor kambing per harinya. Merujuk kepada pengakuannya, ia menggunakan jasa SPG melihat dari kemampuannya dalam berkomunikasi, dalam hal ini menjelaskan barang yang ditransaksikan (hewan kurban) dan juga memiliki penampilan yang menarik untuk menggaet banyak pembeli. [2]  

Adi sebagai penjual sangat memerhatikan kualitas dari hewan yang disediakan, ia memberikan rumput yang masih hijau, memberikan komboran dari kulit kedelai, ampas tahu, bekatul, bahkan sampai melakukan pengecekan dan mendapatkan surat pernyataan sehat dari puskesmas hewan setempat. Dalam penjualannya ia menawarkan harga 2,5 juta sampai 7 juta. Namun, banyak konsumen yang memilih di harga 2,5-3,5 juta rupiah. Disamping, kualitas hewan yang disediakan dan harga yang ditawarkan, ia juga menyediakan pelayanan yang sangat memudahkan para calon pembeli, dimana mereka dapat dengan langsung menghubungi kontak dari SPG, serta mendapatkan penjelasan yang cukup baik darinya, bahkan pembeli mendapatkan pelayanan makan sate kambing secara gratis. [3]

Penulis melihat dari segi pelayanan dan penyediaan barang sudah sangat baik, menghindari tindakan yang membuat para konsumen nanti nya tidak puas dengannya. Mulai dari perawatan kambing sampai harga. Namun, yang menjadi concern penulis adalah strategi marketing yang menggunakan jasa SPG dengan berpakaian terbuka. Lalu bagaimana hukumnya?

Penulis melihat kasus ini dari dua sisi, pertama dari sisi praktik perdagangannya dan kedua dari sisi aktor dari yang terlibat didalam praktik perdagangan tersebut. Merujuk ke cara bagaimana Adi sebagai penjual kambing dalam menyuguhkan dagangannya sudah sangat baik, ia berupaya untuk memuaskan pelanggan, menghindari hal-hal eksploitatif, menciptakan kesepakatan, harga yang sudah jelas, serta menghindari bahaya (dharar) sehingga dari segi praktik berdagangnya tidak bermasalah, dalam artian telah memenuhi ke tiga syarat sah berniaga seperti yang telah disebutkan sebelumnya ( dua orang yang bertransaksi, adanya akad, dan barang yang ditransaksikan)

Yang menjadi perhatian bagi penulis dalam praktik ini adalah jasa SPG (Sales Promotion Girl) dengan berpakaian membuka aurat. Penulis berpendapat bahwa hal ini telah keluar dari ketentuan syariat, dimana seorang Perempuan seyogianya dapat menutup aurat, tidak berpakaian dengan ketat, sehingga tidak akan menimbulkan bahaya-bahaya lain, seperti mengundang nafsu, kejahatan seksual, atau mengundang fitnah. Bahkan, akan  akan jauh lebih berbahaya jikalau ditambahkan dengan aktivas photo dan menyebarkannya melalui media sosial. Setiap mata yang melihat postingan yang diupload akan menjadi dosa bagi si Perempuan.  

Hal ini juga ditegaskan di dalam Al-Qur'an surat An-Nur ayat 31, sebagai berikut :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline