Lihat ke Halaman Asli

Rahmat Naufal

Freshgraduate Pesantren Modern Ummul Quro Al Islami

Mengupas Tuntas Penyebab Kekerasan di Pesantren

Diperbarui: 1 Maret 2024   20:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pesantren Lembaga yang berdiri sebagai warisan dari Wali Songo. Pada awalnya pembelajaran di Pesantren dilakukan dengan membuat lingkaran "Halaqah", lalu seorang ustaz duduk di tengah lingkaran tersebut memberikan materi pembelajaran tentang keagamaan islam. Seiring berjalan nya waktu, Pesantren kini cenderung mengikuti sistem pendidikan Barat. Pesantren jenis tersebut lebih dikenal dengan "Pesantren Modern".

            Pesantren hingga kini tetap eksis di kalangan orang tua di Indonesia. Hal tersebut karena melihat lingkungan pesantren yang bisa dikatakan sangat terjaga, program pembiasaan sangat dilakoni, ilmu agama didalami, bahkan tidak sedikit alumni santri yang menapaki kaki di luar negeri. 

Merujuk kepada data Laporan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementrian Agama mencatat sekitar 4,37 juta, dengan jumlah terbanyak berada di Provinsi Jawa Timur, pada tahun ajaran 2020/2021. Laporan tersebut menjadi indikasi bahwa pesantren tetap menjaga eksistensi nya di negeri ini.

            Namun, berbagai kasus perundungan yang berujung kepada kematian terus silih berganti mencoreng nama pesantren. Seperti yang baru terjadi yang melibatkan salah satu pesantren di Kediri. Seorang Santri yang bernama Balqis Bintang Maulana dinyatakan tewas setelah mendapatkan perilaku penganiyaan dari ke empat senior nya. 

Bintang mendapatkan luka-luka di sekujur tubuhnya lantaran ia sulit diatur untuk melaksanakan kewajiban salat dan mengaji. sebelumnya, Bintang diketahui sempat melakukan komunikasi dengan orang tuanya melalui sambungan telephone dan meminta untuk dijemput pulang tanpa memberikan alasan nya.

            Kasus yang serupa juga pernah terjadi di salah satu pesantren tertua di Indonesia, Pesantren Darus Salam Gontor. Penganiyaan lagi-lagi dilakukan oleh kakak senior terhadap juniornya yang berinisial AM. Diketahui penyebab penganiayaan bermula ketika korban menghilangkan serta merusak alat-alat perkemahan, kakak senior pun meluapkan emosi serta mengeroyok korban hingga tewas.

Melihat 2 kasus penganiayaan kakak kelas terhadap adik kelas di Pesantren, Apa yang menjadi penyebabnya ???

            Melalui tulisan ini penulis ingin menjabarkan pandangan penulis terhadap budaya salah yang mendarah daging di Pesantren. Budaya tersebut berangkat dari stigma yang tertanam di pesantren. Disamping itu penulis melihat ada kesalahan dalam sistem peraturan yang diterapkan di pesantren.

  • Sistem Otoriter garis keras
  • Ketika mendengar kata otoriter tentunya yang terlewat di benak pemikiran kita adalah kembali kepada negara yang keras seperti hal nya Korea Utara. Sebuah sistem yang mengatur dengan keras warga negaranya, dan yang melanggar akan berujung kepada sebuah penyesalan.
  • Tidak perlu jauh-jauh pergi ke Korea Utara untuk menyaksikan operasi sistem otoriter. Pesantren pun menerapkan demikian. Seorang pengurus yang berasal dari santri kelas senior diberikan kekuasaan serta keleluasaan untuk dapat menghukum. Dan adik kelas sebagai bawahan yang tidak patuh berujung kepada sebuah penyesalan (hukuman).
  • Orientasi hukuman yang cenderung kepada sifat memaksa dan menjerakan inilah yang mendorong kakak senior yang memegang jabatan pengurus (penguasa) untuk melakukan penganiayaan. Naas nya hal tersebut berujung kepada merenggut nyawa adik kelas nya seperti 2 kasus diatas yang telah penulis berikan.

  • Stigma "Pesantren itu keras" dan "Yang kuat adalah yang hebat"

Jabatan pengurus yang diberikan kepada kakak senior yang diinterpretasikan kedalam sistem otoriter tersebut memunculkan persperctive "Pesantren itu keras" dan "yang kuat adalah yang hebat". Kedua stigma tersebut yang terus tertanam dan dianggap sebagai budaya baik, budaya yang lumrah terjadi di kebanyakan pesantren. Sehingga dua perspektive tersebut digunakan oleh kakak senior sebelum melakukan kekerasan. Alhasil, sang junior pun mengiyakan tindakan kakak senior nya tanpa ada nya perlawanan atau aduan kepada tim pengasuh pesantren.

Bahkan, tidak sedikit adik kelas  meminta tindakan kekerasan oleh kakak seniornya, dengan alasan malas untuk mengerjakan prosedur hukuman yang ditetapkan seperti mengaji, menghafal kosakata, atau melakukan piket. Maka, stigma tersebut selalu berkutat pada perputaran yang terus menerus.

 bagaimana solusi untuk mengatasi Permasalahan tersebut ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline