Lihat ke Halaman Asli

Jokowi dan Ramalan Kepala Suku Indian

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1395538247982004935

[caption id="attachment_300122" align="aligncenter" width="564" caption="Gambaran Skematis"][/caption]

BAGIAN PERTAMA

Alkisah sebuah suku Indian Amerika di pertengahan abad 20 sedang berduka karena seorang kepala suku yang mereka hormati baru saja meninggal. Putra tertua-yang entah kenapa tidak sempat belajar banyak tentang tradisi sukunya- secara otomatis menjadi pengganti ayahnya. Di kalangan masyarakatnya sang Kepala Suku baru ini serta merta akan menjadi tumpuan harapan seluruh warga dalam berbagai urusan kehidupan.

Menjelang musim dingin tiba, rakyat bertanya kepadanya : “Wala-wala chimo-ela suma totangka obuawachi?” yang artinya, “Kepala Suku, apakah musim dingin kali ini akan sangat dingin atau biasa-biasa saja?” . Sang Kepala Suku grogi, dia belum diwarisi ilmu leluhurnya untuk memprediksi cuaca namun tetap harus dapat memberikan jawaban. Setelah merenung beberapa saat, dia coba bermain aman dan berpesan : “Nampaknya akan sedikit dingin, sebaiknya kalian mulai mengumpulkan kayu bakar…”. Dia berpikir tidak masalah kalau rakyatnya bersiaga dengan persediaan kayu bakar alakadarnya.  Jika cuaca benar-benar dingin dia tidak kehilangan muka dan jika ternyata cuaca cukup hangat sedikit persediaan tidak akan menjadi perbedaan. Rakyatnya yang percaya penuh segera bergegas ke hutan mulai mengumpulkan kayu bakar.

Karena takut salah, si Kepala Suku yang sudah sedikit bersentuhan dengan dunia modern ini berusaha mencari referensi yang bisa diandalkan. Dia berupaya menelepon kantor Dinas Layanan Prakiraan Cuaca di kota terdekat untuk mengajukan pertanyaan yang persis sama seperti diajukan rakyatnya : “ Apakah musim dingin yang akan datang akan sangat dingin atau sedang-sedang saja ?”. Si Petugas Cuaca tidak yakin, tetapi dia juga mencoba memberikan jawaban yang aman : “Nampaknya akan lumayan dingin…!” dengan pertimbangan yang ternyata persis sama dengan Si Kepala Suku.

Mendengar jawaban sang Petugas yang seakan menguatkan apa yang telah dia sampaikan kepada rakyatnya, si Kepala Suku bergegas mengumpulkan mereka dan berkata : “Cuaca kali ini akan benar-benar dingin, perbanyaklah kayu bakar kalian!”. Rakyatpun bergegas mengumpulkan kayu bakar yang lebih banyak lagi.

Beberapa hari kemudian si Kepala Suku mencoba meyakinkan dirinya dengan menelpon kembali “Apakah masih seperti perkiraan semula bahwa cuaca mendatang akan benar-benar dingin…?”.  Si Petugas Cuaca menjawab : “Betul, bahkan kami lebih yakin dari kemarin bahwa musim dingin kali ini akan menghebat !”.

Si kepala Suku kembali mengumpulkan rakyatnya dan menyampaikan: “Saya yakin, cuaca tahun ini akan sangat dingin, terus perbanyaklah kayu bakar kalian!”. Rakyatnya kembali bergegas menyerbu hutan untuk mengumpulkan kayu bakar lebih banyak lagi, sampai hutan menjadi bersih karena pepohonan kayu yang ada sudah dipotong menjadi persediaan kayu bakar yang paling melimpah dalam sejarah suku ini.

Perguliran ke musim dingin tinggal menghitung hari,  si Kepala Suku ingin sekali lagi memastikan. Kali ini dia datangi langsung si Petugas Cuaca dengan berpakaian seperti orang kebanyakan dan bertanya : “Apakah Anda masih seperti keyakinan semula , bahwa musim dingin ini akan sangat hebat ?”.

Petugas cuaca menjawab : “ Bahkan kami bertambah yakin  bahwa musim dingin ini pasti akan sangat-sangat dingin !”.  Kali ini si Kepala Suku bisa bertanya lagi : “Bagaimana Anda begitu yakin?”. Si  Petugas Cuaca yang tidak tahu bahwa di depannya ada kepala suku Undian menjawab dengan serius : “Kami senantiasa memantau orang-orang Indian yang hidup di bukit sana, mereka sekarang sedang mengumpulkan kayu bakar yang luar biasa banyaknya, itu artinya antisipasi musim yang akan sangat dingin …!”.

Sang Kepala Suku terperangah dengan jawaban si Petugas Cuaca. Dia baru sadar bahwa Dinas Layanan Cuaca yang seharusnya memakai cara yang lebih ilmiah, ternyata selama ini malah menggunakan perilaku sukunya dalam melakukan prakiraan.  Sambil pulang ke sukunya dengan lunglai  dia terus berpikir.  Pada titik ini dia harus memutuskan apakah akan bertindak untuk mengoreksi kekisruhan yang ada atau membiarkan saja segala sesuatunya berjalan sampai saatnya nanti kondisi cuaca yang sebenarnya akan menghakiminya.  Gambar di atas sebelah kiri kiranya bisa menjelaskan apa yang telah dan akan terjadi dengan Si Kepala Suku dimana arah panah menjelaskan hubungan pengaruh yang terjadi.

BAGIAN KEDUA

Kisah klasik tentang suku Indian Amerika di jaman transisi di atas sangat populer dalam menjelaskan fenomena saling pengaruh dan aksi berantai yang terjadi di masyarakat. Ijinkan saya mengambil kisah itu untuk memotret  fenomena Jokowi.

Tidak dipungkiri bahwa kepemimpinan Jokowi di Kota Solo memang unik dan menghentak banyak kalangan ketika itu. Tulus, langsung turun ke lapangan (blusukan), sederhana dan apa adanya. Itulah diantara alasan terpenting ketika saya pun ikut memilihnya menjadi Gubernur DKI pada bulan September 2012. Menyelesaikan banjir dan kemacetan Jakarta adalah dua alasan utama saya memilihnya, seperti juga menjadi harapan banyak pemilih dan memang penuntasan banjir-macet itu pulalah yang menjadi janji terpenting kampanye Jokowi-Ahok.

Kita semua tahu bahwa kedua masalah besar itu belumlah dapat diatasi.  Tapi saya tidak ingin membahasnya lebih lanjut, karena menurut saya ada sebuah pertanyaan yang  jauh lebih penting untuk diajukan di bagian akhir tulisan ini. Saya coba kesampingkan dulu posisi saya sebagai warga DKI Jakarta. Ada peran yang lebih besar dari itu, yaitu sebagai rakyat dan warganegara Indonesia yang menarik minat saya mencermati pusaran arus politik yang menjadikan Jokowi calon Presiden RI yang diunggulkan.

Kita akan memulai dari peran media. Media modern secara umum sebetulnya sekarang ini sudah tidak lagi menjadikan aliran dana pelanggan sebagai darah kehidupannya melainkan "menjual" basis pelongok situs (viewer) kepada para sponsor baik yang memasang iklan kasat mata maupun  mereka yang menitipkan pesan di dalam suatu pemberitaan.   Karenanya, sebagaimana kayu bakar penting untuk menghangatkan suku Indian, maka  jumlah akses menjadi komoditas yang menyambung nyawa media.  Ketika ada jenis berita yang dibanjiri akses, otomatis media akan memproduksi lebih banyak lagi agar viewernya terus bertumbuh.

Adanya kombinasi dan racikan yang pas dengan melibatkan pendapat pengamat serta analisis lembaga survey, maka arus opini yang dibangun akan semakin membesar yang menarik minat publik mengakses berita tentang Jokowi. Ketertarikan publik, pada gilirannya akan membuat media memproduksi info Jokowi lebih banyak lagi. Pusaran arus opini ini ternyata juga menghasilkan sebuah arus lain yang lebih masif karena bertumbukan dengan momentum pemilu 2014, yaitu arus politik.  Inilah pusaran yang kemudian berhasil melambungkan popularitas Jokowi di panggung perpolitikan nasional dewasa ini.  Perlu saya garis bawahi disini bahwa mekanisme itu bisa terjadi meskipun tanpa ada yang memberi komando. Artinya, jika tanpa dirigen saja orkestrasi Jokowi ini bisa bergerak apalagi jika ada yang merancang dan mengendalikannya. Dan karena ini terkait dengan politik, hal semacam itu tentu kemungkinan terjadinya sangat besar.

Hanya saja buat saya, sekali lagi karena mekanisme ini bahkan bisa berjalan sendiri, keberadaan atau ketidakberadaan pihak di belakang layar sebetulnya bukanlah yang terpenting. Hemat saya, pertanyaan maha penting yang mesti disampaikan dan kemudian coba dijawab adalah "Seandainya Jokowi berhasil keluar sebagai pemenang dalam Pilpres 2014, seberapa besar kesenjangan yang bisa terjadi antara kemampuan riil Jokowi dalam menjawab tantangan masa depan Indonesia dengan segunung harapan yang terletak di pundaknya? ".

Tentu ini bukan persoalan yang mudah , apalagi jika ditambah dengan hingar bingar pro kontra politik dalam lautan puja puji dan caci maki. Seluruh pihak, terutama pihak Jokowi sendiri mestinya bisa melakukan kontemplasi atas hal ini.  Salam sukses untuk Indonesia Raya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline