Lihat ke Halaman Asli

BERTANI YANG SELARAS DENGAN ALAM DAN BERKELANJUTAN

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengantar

Cara pandang yang berkembang pada jaman modern ini menempatkan bertani sebagai sebuah jenis pekerjaan di antara berbagai jenis pekerjaan lainnya. Bertani menjadi cara seseorang mendapatkan penghasilan. Jika kemudian penghasilan itu diukur dengan uang, maka bertani adalah sebuah cara menghasilkan sejumlah uang. Te

tapi cobalah kita pikirkan baik-baik dengan pikiran yang jernih, apakah benar kalau tujuan kita bertani itu sekedar untuk menghasilkan uang?

Pakde Sastro Petani Singkong

Pakde Sastro sedang mengamat-amati tanaman singkongnya yang baru berumur 5 bulan. Ia tersenyum puas melihat perkembangan tanamannya. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh sebuah sepeda motor yang nyaring sekali suaranya. Ternyata seorang muda, yang telah dikenalnya, Kang Parmin.

Kang Parmin berhenti di dekat Pak de Sastro, :
“Sugeng sonten pak de!”, kata kang Parmin.
“Sugeng sonten.” Jawab Pakde Sastro. ”Dari mana saja sampeyan tadi?”
“Wah, ini lho Pak de, saya baru saja melihat tanaman singkongnya Lik Paijo di sebelah selatan sana.” Kata Kang Parmin.
“Sudah jadian harga berapa?”

“Mintanya sih, mahal pak de, tanaman baru berumur sekitar 5 bulanan, minta diborong 5 juta .” cerita Kang Parmin sambil mengambil rokok dan menawari rokok Pak de Sastro.
“Sudah, matur nuwun.” Kata Pakde Sastro. Ia pun merogoh saku bajunya dan mengambil rokok. Mereka berdua lantas mengambil tempat duduk di bawah pohon rindang pinggiran ladang singkong tersebut. Sambil menikmati rokok mereka masing-masing, Pakde Sastro dan Kang Parmin melanjutkan percakapannya mengenai harga singkong.
“Sekarang ini agak sulit lho memperkirakan harga borongan singkong itu. Kemarin itu, tempatnya Mas Hadi saya borong 4 juta saja, saya gak dapat ujung. Cuma pas-pasan untuk bayar kuli sama mobil yang muat ke pabrik.” Kata Kang Parmin.
“Kalau tanaman saya ini, sampeyan berani berapa?” kata Pakde Sastro.
“Apa Pakde mau borongkan sekarang?” Kata Kang Parmin.
“Ya..kalau harganya cocok, apa salahnya? “ kata Pakde Sastro.

***
Pertanian – Usaha Tani

Ketika keuntungan yang berupa uang ditempatkan sebagai tujuan dari bertani, maka para petani lantas mulai menghitung-hitung seberapa banyak mereka bisa meraup keuntungan dari tanaman yang ditanamnya. Sejak waktu itu, petani melakukan kegiatan pertanian tidak sebagai cara hidup, tetapi berubah menjadi cara mendapatkan uang. Bertani telah berubah menjadi usaha tani. Sebagai sebuah kegiatan usaha, maka bertani menuntut ketersediaan modal dan penguasaan tehnologi oleh para petani.

Beli Wayan Petani Cabe

“Wah, aku kagum sama beli Wayan. Ladangnya yang hanya seperempat hektar itu, telah menghantarkannya menjadi orang kaya baru di kampung kita ini.” Kata bu Sumi kepada mbok Sastro pada suatu sore di halaman rumahnya.
“ Wayan itu pas lagi mujur aja, dapat untung banyak. Wong harga cabe pas lagi mahal. Coba kalau pas panen harga cabe murah, dia pasti bangkrut.” Kata mbok Sastro.
“Itu terjadi bukan karena kebetulan lho mbok. Saya yakin pasti dia sudah berhitung-hitung dengan cermat; termasuk memperkirakan kapan harga cabe akan menjadi mahal.” Kata bu Sumi.
“Pakde- mu juga kemarin itu rasan-rasan mau ikut-ikutan nanam cabe. Tapi saya larang.” Sahut mbok Sastro, sambil melanjutkan pekerjaan menyapu halaman rumahnya. Dia melanjutkan,” Saya pikir-pikir menanam cabe itu nggak mudah. Rumit pengurusannya dan butuh banyak modal. Padahal, hasilnya kan belum jelas.”
Bu Sumi mendengarkan sambil manggut-manggut.
“Saya malah sebaliknya, mbok. Saya ajak Mas Pras , suami saya, untuk belajar sama beli Wayan. Biar kita ketularan jadi orang kaya juga.” Kata bu Sumi. “Kalau perlu, saya bahkan siap untuk menjual perhiasan saya untuk modal tanam cabe itu.”
“Ya dipikir-pikir dulu lah nduk. Jangan keburu-buru jual perhiasan. Biar suamimu itu paham betul caranya nanam cabe.” Kata mbok Sastro menasehati.
“Kalau Pakde-mu, saya suruh tetap aja nanam singkong. Singkong itu mudah cara ngurusnya, dan selain dijual bisa diolah sebagian untuk gaplek. Namanya juga wong tani, kalau persediaan makan ada kan kita bisa lebih tenang.”
“Ladang sempit gak bisa menghasilkan banyak duit, mbok. Tanam singkong saja tidak pernah cukup untuk makan. Cari-cari tambahan dengan bekerja di ladang orang lain, juga belum pasti dapat kerjaan. “ jawab bu Sumi.
“Kalau petani singkong itu mau makan singkong, pasti cukup untuk makan. Sayangnya, sekarang ini banyak orang tanam singkong tapi tidak bisa dimakan. Kalau semuanya sudah berupa uang, ya pasti dengan cepat menghilang.” Kata mbok Sastro.

***
Pertanian – Penataan Lingkungan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline