Salah satu legenda di kampung Nyunda yang membawa Narsih kemari, dan Jono ikut. Dalam badai sekali pun, Jono akan tetap ada disampingnya sambil berkata "Aku akan tetap memegang tanganmu seperti ini" kemudian tangannya menggenggam tangan Narsih lebih erat.
"Kamu tidak perlu ikut" ujar Narsih sewaktu adzan magrib berkumandang, dan Jono hendak menunaikan shalat di mushala.
"aku akan selalu ikut. Kamu tunggu disini sebentar, aku hendak menunaikan shalat magrib terlebih dahulu" jawab Jono cepat cepat dan berlalu menuju mushala tanpa menoleh lagi kepada Narsih. Ia yakin Narsih akan menunggu nya seperti waktu yang sudah sudah.
Tidak baik perempuan berkeliaran malam hari dan sedang haid, apalagi bepergian jauh dan tak tau akan beristirahat dimana. Mendung berkali kali mengundak gledek namun tak membuat tekad Narsih melebur. Perjalanan berkilo-kilo meter kemudian menembus hutan belantara tanpa arah pasti akan dilalui Narsih dengan tekad berapi api. Tak ada kompas, peta, ataupun petunjuk. Yang ia bawa sebagai bekal hanyalah petuah, bahwa barang siapa yang pergi dengan sebuah tekad, ia akan mendapatkan hasil.
Jono benar-benar ditinggalkannya sendirian. Hujan tak berani menyentuh Narsih sedikit pun, konon katanya Jono ini punya mantra agar kekasihnya itu tak diganggu siapapun, termasuk alam sekali pun. Barangkali hal ini pula yang membuat Narsih berani jalan sendirian pada malam hari meskipun ia sedang haid. Gentong kaca yang disebut sebut sebagai legenda kampung Nyunda katanya mampu menyembuhkan penyakit buta. Jangankan buta mata, buta hati pun katanya bisa. Narsih akan mencari gentong itu kemana pun untuk adik nya yang sudah buta sejak lahir. Kalau bukan karena kesedihan hatinya untuk meninggalkan sang adik yang buta untuk bekerja di luar negri karena terikat kontrak dengan bedebah lintah darat yang membuat hidupnya sengsara, ia tak akan mencari cari gentong ajaib yang hanya diceritakan khasiatnya dari mulut ke mulut.
"teteh mau kemana teh?" ujar adiknya sambil meraba raba bilik tembok menuju tempat Narsih terdiam membisu.
"tidur, sudah malam ini Din"
"hari selalu malam bagiku, dan aku..."
"tidur! Biar teteh carikan siang untukmu esok hari. Nikmatilah dulu malammu Din"
"tapi berjanjilah padaku teh, jikapun siang akan datang padaku. Teteh harus tetap menemani siangku"
"melantur saja bicaramu. Tidurlah, biar teteh masakkan makanan yang enak besok dan untuk beberapa hari kedepan"