Orang-orang telah mencoba memahami dan menjelaskan cinta selama berabad-abad. Salah satu observasi terbaik tentang ini datang dari Yunani Kuno. Hampir dua ribu lima ratus tahun yang lalu, filsuf Plato berbicara tentang ini secara lengkap. Dalam symposium, ia mengatakan bahwa kita semua mencari bagian dari diri kita untuk menjadi utuh.
Plato menyebut kebutuhan manusia akan keutuhan ini sebagai “pencarian akan cinta”. Dalam symposium juga , Guru Plato, Socrates, berkata, “Dalam diri kekasih, kita mencari dan menginginkan apa yang tidak kita miliki.”
Setiap agama juga mempunyai pandangan masing-masing mengenai cinta, karena ia adalah pusat kepercayaan kita. Jika kita menghadiri pernikahan dalam Kristen, kita akan mendengar, apa yang dikatakanSaint Paul kepada Corinthian, “Cinta adalah kesabaran dan kebaikan. Cinta bukan kecemburuan atau kesombongan. Cinta bukan arogansi dan kekasaran. Cinta tidak memaksakan jalannya. Cinta bukanlah kemarahan atau kebencian. Cinta tidak bergembira atas kesalahan, tetapi bergembira dalam kebenaran. Cinta melahirkan semua hal, dan menahan semua hal. Cinta tidak pernah berakhir.
Kepercayaan Yahudi menegaskan bahwa seorang suami dan istri saling melengkapi. Menurut Rabi Harold Kushner, Talmud mengajarkan bahwa seorang lelaki tidak lengkap tanpa seorang wanita; begitu juga seorang wanita tidak lengkap tanpa suami.
Al-Qur’an juga menyebutkan: “Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling melengkapi, sebagaimana malam melengkapi siang dan siang melengkapi malam.”
Ajaran Budha mengajarkan, menganalogikan cinta dan pernikahan sebagai penyatuan kekosongan dan kebahagiaan. Dalai Lama, pemimpin spiritual dari Budha Tibet, mengatakan: “Cinta dan kasih sayang adalah kebutuhan, bukan kemewahan. Tanpa itu, semua manusia tidak bisa hidup.”
Para ilmuwan sosial mengambil pendekatan lebih analitis untuk memahami cinta. Sebagai contohnya, Richard Rapson dan Elaine Hatfield, peneliti di Universitas Hawai, membagi cinta menjadi dua jenis yang mereka sebut passionate love dan compassionate love.
Mereka mendefinisikan passinate love sebagai suatu kerinduan yang begitu menggebu dan terus-menerus untuk bersatu dengan orang lain, yang melibatkan perasaan seksual yang hangat dan reaksi emosional yang kuat.
Compassionate love tidak semembara itu. Cinta ini diartikan sebagai perasaan kasih dan percaya kepada seseorang, dimana kita akan merasa sangat terikat dan ingin mendekatkan diri dengannya.
Robert Steinberg, seorang profesor psikologi dan pendidikan YaleUniversity, mendukung teori segi tiga cinta. Dia percaya bahwa cinta terdiri dari PASSION, KEDEKATAN, dan KOMITMEN.
PASSION adalah bagian fisik-nya—ini yang membuat kita semangat dan berani, dan terkadang mendorong kita menuju keputusan yang salah. KEDEKATAN adalah kebahagiaan yang Anda rasakan karena dekat dan berhubungan dengan seseorang. KOMITMEN adalah saling bersepakat untuk membuat hubungan berhasil.
Menurut Steinberg, kombinasi yang berbeda dari tiga komponen ini menghasilkan cinta yang berbeda pula, dan saat kita mendapati ketiga hal tersebut bekerja sama, kita mendapatkan CINTA YANG ABADI.
Setelah kalian membaca teori-teori cinta diatas, maka yang perlu kalian pahami adalah bahwa CINTA ITU BUKAN SEKEDAR TEORI.... hahaha.... bingung-bingung deeechhh....!!!
Jakarta, 12 Agustus 2009
Rahmat HM