Lihat ke Halaman Asli

Rahmat Thayib

Sekadar bersikap, berharap tuna silap.

Setelah Ibu Ani Pergi

Diperbarui: 3 Juni 2019   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu Ani Yudhoyono, istri Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, untuk pertama kali keluar dari ruangan perawatan di National Universtiy Hospital Singapura, setelah sekitar tiga bulan dirawat intensif.(Anung Anindito)

Seluruh rakyat Indonesia terharu melihat berbagai foto dan video yang beredar di medsos yang menggambarkan betapa sedihnya Pak SBY kehilangan istri tercintanya, Ibu Ani Yudhoyono. Lewat berbagai foto dan video tersebut kita pun dapat merasakan beban berat yang ada di hati Pak SBY. Ya, seakan-akan separuh jiwa Pak SBY sudah pergi bersama kepulangan Ibu Ani ke haribaan-Nya.

Sepanjang mengenal pasangan Pak SBY-Ibu Ani, utamanya hampir empat bulan terakhir ini, kita pun sama-sama bisa merasakan betapa tulusnya cinta mereka. Pak SBY begitu setia mendampingi Ibu Ani menjalani perawatan kanker darahnya.

Tak jarang kita menemukan foto-foto SBY ketiduran di kursi, atau berbaring di lantai beralas kasur tipis. Semangat hidup Ibu Ani juga tak kalah mengembirakan kita. Sampai akhir hayatnya, Ibu terus berjuang melawan penyakit yang menyakitkan itu.

Sulit sekali mencari kata-kata yang tepat untuk bisa mengekspresikan simpati kita atas hubungan Pak SBY dan Ibu Ani. Betapa besar dan tulus cinta mereka; sesuatu yang menjadi modal bagi keduanya untuk tetap tegar merentas 46 tahun kebersamaan.

Tentu bukan hanya Pak SBY yang kehilangan Ibu Ani, meskipun terang Pak SBY adalah yang paling merasakan sakitnya. Bukan juga cuma keluarga besar Yudhoyono. Seluruh rakyat Indonesia kehilangan Ibu Ani. Ya, sepanjang hidupnya, utamanya saat berperan sebagai Ibu Negara, Ibu Ani senantiasa mendarmabaktikan kehidupannya untuk orang lain.

Lima Pilar Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) yang digagas Ibu Ani sudah berkontribusi positif bagi pembangunan bangsa. Program-program yang dilabeli semangat membangun Indonesia itu--Indonesia Pintar, Indonesia Sehat, Indonesia Hijau, Indonesia Kreatif, Indonesia Peduli---sudah berkembang-berbuah menjadi taman manfaat bagi orang banyak.

Kepedulian Ibu Ani dalam pengembangan bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan, anak-anak, hingga lingkungan menjadi warisan yang bangsa ini nikmati hingga hari ini.

Karena itu, betapa bahagianya hati kita sewaktu mendengar kesehatan Ibu Ani sudah membaik. Ada senyum, tawa dan tangis di hati kita menyaksikan Ibu Ani yang ceria, merentangkan tangannya seperti siap memeluk kita semua. Tapi, Tuhan ternyata menuliskan takdir yang berbeda. Dan tak ada daya dan upaya bagi kita selain menerimanya dengan ikhlas.  

Bahkan di akhir hayatnya, Ibu Ani mampu menyejukan suasana kebangsaan yang terus memanas sepanjang Pemilu 2019 ini. Kepergian Ibu Ani seketika menghentikan aksi saling membenci, menghujat, memfitnah akibat ambisi politik.

Ya, tanpa sadar, simpati dan kesedihan bangsa ini atas kepergian Ibu Ani menjadi pengobat penyakit-penyakit kebangsaan itu. Bangsa ini seperti terjaga dari mimpi buruknya, dan mulai kembali merenda selendang kasih sayang.

Kendati Ibu Ani sudah berpulang, kita sama-sama yakin kalau warisan Ibu Ani tidak akan layu. Pasalnya, Ibu Ani sudah menjadi inspirasi bagi anak, menantu serta orang-orang di sekelilingnya untuk menjadi kalangan terkasih, untuk menjadi kalangan yang menyayangi dan peduli kepada bukan hanya kepada keluarga, tapi juga kepada banyak orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline