Keindahan Pulau Sabang yang terletak di ujung barat negeri rangkaian Zamrud Khatulistiwa sudah terkenal ke pelosok dunia. Pulau yang terletak di Propinsi Aceh, Tanah Serambi Mekah ini memiliki keindahan yang tiada tara khususnya keindahan alam bawah lautnya. Setidaknya begitulah yangs sering aku baca dan saksikan di media massa dan elektronik yang pada akhirnya menimbulkan rasa penasaran. Seindah apakah pulau kecil yang memiliki luas 60 square kilometer itu?
Sesaat setelah mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda di Aceh, Aku langsung bergerak menuju Pelabuhan Ulee Lheue dimana Aku akan menyeberang dengan menggunakan kapal cepat. Selain kapal cepat, penyeberangan ke Sabang bisa juga dilakukan dengan ferry. Hanya saja berbeda dari sisi harga dan waktu tempuh. Untuk kapal cepat kelas bisnis dikenakan biaya Rp. 75.000 sementara untuk kapal ferry hanya Rp. 27.500 untuk kelas yang sama. Waktu tempuh kapal cepat sekitar 45 menit sementara untuk ferry membutuhkan waktu 2 jam.
Usai terombang ambing oleh ombak yang cukup tinggi siang itu akhirnya Aku bisa menjejakkan kaki di Pelabuhan Sabang. Teriakan petugas yang menarik tali kapal mengiringi langkah kakiku menuruni dek kapal. Serbuan beberapa pemilik angkutan yang menawarkan jasa aku tepis dengan senyum karena semua sudah aku arrange dengan Irfan, Dive Guide yang sudah mengatur semua akomodasiku selama di sana. Komunikasi dan koordinasi dengan Irfan aku awali dan jalin lewat pencarian di situs internet dan akhirnya kami berkomunikasi via BBM.
Mobil yang aku tumpangi langsung membawaku ke Iboih, pantai dimana aku akan tinggal di sebuah resort tepat di bibir pantai. Jalan luas dan beberapa diantaranya 2 jalur terlihat terbentang dengan mulus. Rimbunan pepohonan di kiri kanan jalan terlihat bergerak-gerak di terpa angin laut yang berhembus sejuk di tengah terik pagi menjelang siang itu. Berselang 30 menit aku sudah tiba di depan salah satu Dive Resort dimana Irfan sudah menungguku di sana. Segelas Welcome Drink pun mengobati dahaga yang mulai terasa.
Usai beristirahat dan menyelesaikan semua pembayaran registrasi dive yang akan aku lakukan besok pagi, Irfan mengantarkanku ke sebuah resort kayu yang terletak di bibir pantai yang terasnya berada di atas air. Sebuah tempat escape yang aku bayangkan selama ini, menghabiskan hari seorang diri di atas sebuah resort pantai sambil membaca buku di atas hammock dan menikmati heningnya alam. Laut tenang berair bening, ikan-ikan berenang bisa terlihat dengan jelas dan sebuah pulau kecil bernama Rubiah dengan beberapa kapal yacht yang sedang parkir menambah indahnya pemandangan dari teras resort tempatku menginap. Sebuah keindahan panorama laut yang sempurna untuk sebuah perjalanan panjang ke ujung barat negeri ini. Aku lalu membaringkan badan di atas hammock menikmati semilir angin laut hingga tak terasa aku tertidur.
Saat terbangun jam menunjukkan pukul 2 siang. Aku segera menuju ke restoran dan memesan makan siang. Hidangan laut segar kesukaanku pun terhidang dan tanpa pakai lama sudah ludes. Agendaku siang ini adalah berputar-putar keliling pulau dengan motor sewaan dan akan berakhir dengan menikmari sunset di Tugu Nol Kilometer.
Meskipun panas terik menerpa, aku tetap bersemangat menyusuri sudut-sudut pulau yang ternyata memang sangat indah ini. Laut biru dengan air bening menyiratkan warna kehijauan, pasir putih terhampar dengan lambaian pohon nyiur tertiup semilir angin pantai sungguh sebuah harmoni alam nan indah dari ujung barat negeri tercinta ini. Pantai Gapang, Pantai Kasih, Pantai Sumur Tiga (iya, ada 3 sumur di sepanjang pantai itu) semua aku susuri dengan motor sewaan di siang terik namun sejuk itu. Beberapa kali aku berhenti mengabadikan pesona keindahan alam nan maha indah yang terbentang di sepanjang pantai. Seperti tanpa rasa bosan aku membidikkan kamera ke semua spot dan susut yang semuanya indah.
Matahari mulai tergelincir ke ufuk barat pertanda senja akan segera tiba. Aku segera memacu sepeda motor ke arah barat melintasi hutan rimbun. Yah, aku akan menyaksikan sunset di ujung barat Indonesia di Tugu Nol Kilometer. Setiba di sana, beberapa pengunjung yang memiliki niat yang sama sudah berada di tugu bertuliskan Kilometer 0 Indonesia. Itulah tugu yang menunjukkan titik paling barat Negeri Zamrud Khatulistiwa ini. Sebotol minuman segar menemaniku menanti moment sang raja siang kembali ke peraduannya.
Perlahan tapi pasti, mentari mulai turun ke peraduannya. Sekelompok awan membuat sunset tak bisa di nikmati dengan sempurna meski tak mengurangi keindahan panorama senja nan indah itu. Semburat warna jingga dan merah tembaga saling berpadu memoleskan goresan lukisan senja di langit Pulau Weh. Hari mulai gelap saat aku dan pengunjung lain mulai bergerak meninggalkan tempat itu.
Usai shalat subuh, aku segera mengemasi peralatan diving yang aku bawa dari Jakarta. Ditemani Irfan sang Dive Master beserta beberapa turis lain dari Jakarta dan seorang turis asal Italia, kami akan mengeksplore alam bawah laut Pulau Weh. Kami akan melakukan 3 x penyelaman diantaranya akan menyelam di Rubiah Sea Garden, Arus Paleeh dan East Seulako.
Selama 3 kali penyelaman, pengalaman menikmati alam bawah laut yang luar biasa indahnya. Meski di beberapa spot penyelam harus berhati-hati karena arusnya cukup deras namun pesona keindahan laut Sabang sungguh sangat memikat. Koral dan terumbu karang warna warni berpadu dengan ikan dengan motif indah dan cantik seperti bermain-main dengan kami. Moray eel, Lion fish, Napoleon fish dan masih banyak lagi jenis biota laut yang ‘bermukim’ di bawah laut pulau indah ini. Konon di sini juga terdapat gunung berapi bawah laut yang bisa mengeluarkan air panas di dalam laut. sayang sekali aku belum sempat menyaksikannya, mungkin suatu saat nanti aku akan kembali lagi menyelam di sana.