Kita bisa mengenal informasi dan pengetahuan berkat catatan sejarah yang ditulis dan didokumentasikan oleh para sejarawan untuk dijadikan bahan pembelajaran dan evaluasi, ada idiom yang mengatakan bahwa sejarah ditulis oleh Sang Pemenang sebagai ajang pembenaran.
Tetapi bagaimana jika pelaku sejarah mengalami kejadian dramatis yakni kehilangan anggota keluarga akibat matinya listrik PLN dalam beberapa jam pada Bulan Agustus 2019.
Hal ini dialami sejarawan JJ Rizal yang mengalami musibah kehilangan anggota keluarganya saat mati listrik yang diungkapkannya saat acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di sebuah statiun televisi yang membahas matinya Listrik PLN di Jakarta yang penulis kutip berdasarkan cerita JJ Rizal sebagai berikut :
Bagi beberapa orang hewan peliharaan atau binatang peliharaan itu anggota keluarga, tidak bisa disembarangkan. Saya punya dua kolam isinya 43 ikan koi saya pelihara selama 6 tahun, dari panjangnya 16 cm sampai 25 cm menjadi 50 sampai 60 cm.
Ikan Koi saya bukan Ikan Koi impor dari Jepang yang grade A yang mahal harganya yang puluhan juta , Ikan Koi saya Ikan Koi Kampung petani petani Koi yang mengkombinasikan antara ikan mas dari Sukabumi, dari Ciseeng dari Parung dengan Ikan Koi dari Jepang. Saya bukan pengkontes saya penghobi Koi, dan Buat beberapa orang Koi itu cantik dan tidak cantik itu bukan dari Jepang atau dari mana?
Tapi Bagaimana ikatan kita dengan Ikan Koi itu. Ikatan saya sudah panjang dan lama dan saya merasa sudah bagian dari ekosistem rumah saya keluarga saya. Malam itu listrik yang mati selama hampir 18 jam di rumah saya, jadi kalo mulainya padam hampir tengah hari listrik menyala kembali itu jam 5 pagi esoknya lepas beduk subuh.
Koi saya itu, ketika listriknya padam baru saja selesai saya kasi pakan. Biasanya Koi setelah dikasi pakan memerlukan oksigen yang lebih banyak. Karena itu begitu listriknya mati saya keluarkan aerator saya yang bisa bertahan menyimpan daya 6 jam.
Saya pikir ndak mungkinlaah setelah pengalaman yang lalu lalu, listrik mati akan mati lagi seharian. Paling berapa jam lah... Ternyata saya salah habis beduk magrib aeratornya selesai dayanya habis, listriknya masih padam gelembung udara udah tidak diproduksi lagi sama aerator.
Dan Koi Koi yang besar sudah mengambang mati dia.. Koi Koi yang lain sudah berpencar berusaha tetap hidup dan saya pakai cara yang kedua , saya ambil ember dan galon kemudian saya bolongi seperti pancuran wudhu agar bisa jadi penambah oksigen diarahin ke kolam dengan mengisi melalui tangki air rumah, tapi tangki air sebesar-besarnya mampu mensuplai berapa banyak air ? dalam satu jam tangki air sudah habis semua...
Akhirnya saya pergi keluar karena tidak tega menengoknya... melihat peristiwa sakaratul mautnya keluarga saya. Dan saya kembali lagi tengah malam karena saya bayangkan listrik tengah malam akan menyala tapi belum menyala.
Jadi saya mulai ambil emergency lamp, saya cari cangkul dan saya mulai gali kubur buat 43 koi saya dibawah cahaya temaram lampu emergency lamp. Tak terasa air mata berleleran karena ikatan , ikatan bagaimana ikan tumbuh dari kecil menjadi besar terekam dalam memori setiap cangkul yang digali untuk mengkubur ikan koi yang sudah jadi bagian anggota keluarganya saat mengubur ikan koi jam setengah 2 pagi.