Syukur itulah pertama kali yang diucapkan semua jamaah haji ketika melafalkan talbiyajh. Tetesan air mata merupakan ungkapan perasaan yang dirasakan para jamaah haji, karena apa? karena jamaah haji termasuk aku merasakan sebuah nikmat yang tak terkira yaitu panggilan haji dan panggilan itu akan segera aku laksanakan. Pada tanggal 8 dzulhijjah aku bersama jamaah haji lainnya mengikrarkan diri dan menyambut panggilan itu. Setelah selesai shalat ihram haji di pemondokan dan niat " Labbaikallauhumma hajja " aku bersama jamaah menaiki bus untuk bersama-sama mabit di Mina. Tidak terlalu jauh jarak antara Makkah dengan Mina, namun karena macet perjalanan itu memakan waktu dua jam. Karena aku dan jamaah mahasiswa menggunakan visa perorangan maka kemah tempat aku menginappun bukan di kemah-kemah negara Asia ataupun Arab melainkan digabung bersama maktab negara-negara Afrika seperti Nigeria, Pantai Gading, Ghana, Mali dan lain sebagainya. Sisi yang paling sulit bergabungnya dengan jamaah Afrika adalah masalah makanan. Kebanyakan makanan yang dijual di Mina dekat kemahku adalah makanan Afrika, sedangkan kebanyakan lidah Asia tidak cocok dengan selera Afrika. Aku mencari ke maktab-maktab Asia dan Arab pedagang makanan Arab dan Asia semuanya tidak kutemukan. Untung aku mahasiswa yang terbiasa kesusahan makan, jadinya hal seperti ini tidak terlalu bermaslah buatku. Suhu yang ektrim ditambah sulitnya makanan membuat banyak jamaah haji asal indonesia gampang terserang penyakit selama di Mina. Menurutku masih banyak yang perlu dibenahi oleh pemerintah indonesia dalam sistem penyelanggaraan haji, bukan hanya soal lokasi pemondokan dan transportasi, tetapi soal-soal lainnya perlu pembenahan serius. Seperti tenaga kesehatan dan tenaga bimbingan haji, sebaiknya mereka yang dipilih mereka yang benar-benar ingin bertugas membantu jamaah haji, sehingga tidak sampai saat berada di kota Mina dan Arofah para tenaga kloter tersebut hanya mementingkan ibadah pribadi dan tidak menghiraukan kondisi jamaah. Selain itu, tenaga pembimbing dan tenaga kesehatan yang dipilih oleh pemerintah khususnya DEPAG harus yang berpengalaman, mengerti dan tahu kondisi lapangan, sehingga bisa memberikan bimbingan dengan baik dan benar. Itu hanya usulanku, biarlah pihak yang berwenang yang akan membenahi. Kita kembali ke cerita hajiku, sore hari tanggal 25 nopember 2009 bertepatan dengan tanggal 8 dzulhijjah 1430 Jeddah dan Makkah termasuk Mina dilanda hujan yang sangat deras. Sebuah kejadian alam bersejarah di tanah Saudi Arabia, kukatakan sejarah karena sangat jarang turun hujan begitu deras di negeri ini terutama di musim haji. Dari berita yang kudengar di Jeddah malah lebih parah, hujan deras ini sampai menimbulkan banjir yang menggenang. Banjir besar ini akibat hujan terus-menerus yang mengakibatkan ribuan kendaraan hanyut di salah satu ruas jalan raya antara Jeddah dan Makkah. [caption id="attachment_62779" align="aligncenter" width="300" caption="Banjir yang menggenangi Mina"][/caption]
Esoknya tanggal 9 dzulhijah aku berangkat ke Arafah untuk melaksanakan wukuf sampai terbenam matahari. Setelah terbenam matahari ku lanjutkan perjalanan ke arah Mudzdalifah untuk mabit, sehabis shalat shubuh aku langsung bergegas dari Mudzdalifah ke Mina untuk melontar jumrah aqobah dan sekaligus tahallul awal. Setelah tahallul awal aku kembali memakai pakaian biasa dan langsung menuju Makkah untuk thawaf ifadhah dan sa'i dan secara otomatis dengan selesainya sa'i aku sudah tahallul tsani. Semua perjalanan itu kecuali dari Mina ke Arafah aku lakukan dengan berjalan kaki, bukan tidak ada angkutan, tapi mengingat macet kelamaan dan berpotensi menimbulkan emosi lebih baik jalan kaki, sakali-kali joging lah, kan ada nilai plusnya olahraga sambil ibadah.
Aku tak berlama-lama di Mekkah, sebelum maghrib aku langsung cabut menuju mina lagi untuk mabit dan sekaligus melontarkeesokan harinya. Aku mengambil nafar awal yang berarti aku di mina hanya sampai tanggal 12 dzulhijjah. "Alhamdulillahirabbilal'amin" itulah kata pertama setelah aku selesai melaksanakan jumroh kubro tanggal 12 dzulhijjah, sujud syukur ke hadiratmu Ya allah. Aku bahagia sekali karena semua kewajiban-kewajibanku selesai, aku bahagia karena panggilan itu telah ku penuhi seluruhnya. Tanggal 20 Desember bersama mobil kedutaan bagian haji aku berangkat ke Madinah untuk berziarah ke makam Rasulullah Saw, para Syuhada dan tempat-tempat sejarah lainnya. Banyak tempat-tempat sejarah yang diziarahi oleh jamaah haji, aku sendiri mengunjungi gunung Uhud, maka Syuhada Uhud, masjid Kuba, masjid Kiblatain, dan sebagai bonus aku sempat mengunjungi gunung magnet, kebun dan pasar kurma. [caption id="attachment_62783" align="aligncenter" width="225" caption="di gunung Uhud"][/caption]
Banyak kejadian-kejadian spiritual yang menimpaku selama haji dan ziarah ini, namun semua itu tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata ataupun tulisan biarlah semua itu aku rasakan sendiri. Kenapa tidak aku ceritakan? karena bagi yang sudah haji semuanya pasti mengalami dan bagi yang belum semoga dapat mengalaminya insyallah. Sebagai mahasiswa yang paspasan tentu semua ini merupakan karunia besar dalam hidupku, karena dengan biaya paspasanpun aku mampu melaksanakan panggilan itu. Kalau dipikir-pikir aku bahkan lebih beruntung daripada umat islam lain yang kaya raya namun mereka belum mendapatkan panggilan itu atau mungkin panggilan itu sudah ada namum belum melaksanakannya, Allahlah yang mengetahui. Sekian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H