Dalam Kajian Ilmu Komunikasi, ada yang namanya Teori Dramaturgi yang intinya menyatakan bahwa interaksi sosial itu layaknya sebuah teater. Ya, sandiwara yang dilakoni oleh setiap manusia. Setiap individu dapat mengelola citra dirinya sehingga membentuk persepsi khalayak seperti apa yang diinginkannya.
Peterpen pernah berkata: "Buka dulu topengmu.. buka dulu topengmu.. biarku lihat warnamu.. biarku lihat warnamu.." (jangan baca pakai nada!). Sebenarnya tidak ada kaitannya antar lirik peterpen tersebut dengan pembahasan ini, tapi tidak masalah biar paragrafnya jadi lebih panjang, hehe..
Lanjoed:
Semua orang menggunakan topeng, dan dia membutuhkan itu (jangan membayangkan kengerian pembunuh-pembunuh bertopeng dalam film psikopet ya). Sebenarnya tidak ada yang salah, asal tidak sampai berniat buruk (baca: munafeek), contohnya baik didepan, ghibah dibelakang, hehe. Setiap orang biasanya akan memberikan perlakuan dan memainkan peran yang berbeda ketika dia bertemu dengan dosen, teman, atau keluarganya. Bahkan ketika dengan "dirinya" saat sedang sendirian. Ini semua dibutuhkannya untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Atau untuk menarik simpati seseorang seperti bos, dosen, lawan jenis, dll.
Bahkan di media sosialnya seringkali seseorang menggunakan topeng juga, dilihat dari branding akunnya. Atau bisa juga dilihat dari second account-nya, apabila diketahui. Kadang ada yang sengaja menggunakan second account-nya untuk bebas berkomentar kasar, SARA, bullying, dll. Padahal di akun aslinya bak seorang yang tak tersentuh dosa. Atau dalam kehidupan nyatanya diketahui bahwasanya dirinya tidak sesuai dengan identitas yang dibangun/tercermin di media sosialnya. Ups, janga terkejut, karena karena hal itu bisa dijadikan sebuah kamuflase.
Seringkali apa yang coba seseorang tampilkan di depan panggung itu berbanding terbalik dengan kondisi dia yang sebenarnya. Contohnya, seseorang mungkin saja dinilai sebagai orang yang humoris, periang, penyabar, dan terlihat sedang baik-baik saja. Sejujurnya, terkadang itu dilakukan bukan hanya sekedar agar citranya kelihatan baik di mata orang, melainkan untuk menutupi segala masalah, beban, air mata dan segala hiruk-pikuk kehidupannya.
Cukup sulit menebak seseorang yang sebenarnya, dibalik topeng yang dikenakannya, kecuali kita mengetahui lebih dalam mengenai kehidupannya. Bisa dikatakan subjektif, karena penilaian orang tentang kita juga kadang berbeda-beda meski kita memberikan sebuah sikap yang sama. Memang ada trik psikologi, namun tidak menjamin keakuratannya. Karena setiap orang itu berbeda-beda, dan kadang juga banyak si pemakai topeng yang sangat handal dalam berlakon.
Kemudian keliru juga apabila ada orang yang mengatakan "yaudah deh, daripada bermuka dua, mending jadi diri sendiri aja lah.." kemudian alasan "it's me and be yourself" dijadikan dalil untuk pembenaran sifat bobrok nan tercelanya. Apabila di nasehati ke arah yang lebih baik dia akan membantah, "ya, aku kan memang gini orangnya..!" sehingga tidak ada progress perkembangan diri untuk terus berubah (baca: gitu aja teros sampe kapan-kapan!). Padahal sifat itu bisa diubah bisa tidak, tergantung keyakinan dan belief system kita. Seperti kata Henry Ford: "Whether you think you can or you can't, you are right."Namun tidak hanya cukup dengan keyakinan, tapi dengan usaha ke arah sana.
Untuk itu, jadilah aktor terbaik yang menjalani segala skenario yang telah ditetapkan dengan bijak, untuk menciptakan drama kehidupan yang luar biasa!
Salam hangat dari sesama aktor,
RAD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H