Saat ini Negara Republik Indonesia sedang mengalami peristiwa duka yaitu tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 di perairan utara pulau Bali. Dikutip dari tayangan Kompas Tv, Kamis (22/4/2021), kapal selam ini memiliki beberapa spesifikasi khusus antara lain, kapal KRI Nanggala-402 merupakan kapal yang dibuat oleh industri Howaldtswerke, Kiel, Jerman Barat dengan berat 1.395 Ton dan memiliki 4 mesin diesel elektrik. Meskipun kapal ini memiliki spesifikasi yang baik, namun Pakar Kelautan ITS Surabaya, Wisnu Wardhana menyampaikan bahwa KRI Nanggala-402 diperkirakan kemampuannya sudah berkurang. Saat ini, kemampuan kapal selam tersebut tidak bisa lebih dari 200 meter.
"Kapal ini awalnya tahun 1980 itu didesain maksimum ketenggelamannya 300 meter."
"Sekarang dengan pertambahan umur 40 tahun itu, saya perkirakan kemampuan kapal selam Nanggala ini tidak lebih dari 200 meter, berkurang kemampuannya," ujarnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Minggu (25/4/2021).
Peristiwa tenggelamnya kapal selam milik TNI AL ini mengakibatkat adanya korban jiwa dan beberapa kerugian lainnya. Menurut Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, memastikan bahwa terdapat 53 personel dalam kapal selam KRI Nanggala-402, termasuk 49 anak buah kapal dan 4 personel non-ABK, gugur ketika menjalankan tugas negara. Oleh karena itu, duka sangat dirasakan bagi para keluarga prajurit dan keluarga TNI AL yang menjadi korban atas terjadinya peristiwa tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono mengatakan, analisis awal tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 lebih pada faktor alam. Ia mengatakan, dari sejumlah laporan awal penyebab tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 buatan Jerman ini juga bukan karena kesalahan manusia mau pun black out atau mati listrik. Namun, hal ini belum dapat dipastikan karena perlu adanya pengangkatan awak kapal selam KRI Nanggala-402 terlebih dahulu untuk memastikan penyebab pasti kapal selam KRI Nanggala-402 tenggelam.
Peristiwa duka atas tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 untuk kedepannya diharapkan agar tidak akan terulang kembali. Oleh karena itu, dapat dilakukan beberapa upaya pencegahan dan penanggulangan dengan baik. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan berupa pengecekan secara rutin mesin dan awak kapal selam, memastikan bahwa kelengkapan alat dan panduan keselamatan kerja telah sesuai dengan standar yang berlaku, adanya asuransi kecelakaan kerja, memastikan bahwa sistem komunikasi saat berada dipermukaan laut dan dibawah laut melalui sonar dapat dioperasikan dengan baik, dan melakukan pelatihan kepada para personel yang menjalankan tugas. Pemerintah beserta jajarannya, juga harus bertanggung jawab agar lebih mewaspadai keselamatan kerja para prajurit TNI AL.
Kapal selam KRI Nanggala-402 dianggap telah beroperasi dalam kurun waktu yang cukup lama dari tahun 1980-an sehingga, hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang menghambat proses operasional kapal selam di bawah laut. Menurut Wisnu, kemungkinan kapal ini hanya bisa menyelam sampai kedalaman 380 meter. Apabila dipaksa lebih dalam, maka tangki pemberatnya akan mengalami tekanan. "Ada gaya hidrostatik dari air yang meremas kapal selam. Kalau sampai ada oli dan cairan minyak di permukaan air itu indikasi tangki pemberatnya rusak,".
Peristiwa ini menyadarkan kita akan pentingnya budaya risiko yang sangat diperlukan agar dapat menghindari adanya kejadian risiko seperti adanya kecelakaan kerja yang memakan korban jiwa. Diharapkan agar para korban segera ditemukan secepatnya oleh tim angkatan laut dan basarnas yang berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam negeri beserta bantuan dari luar negeri. Semoga keluarga para prajurit yang telah gugur dalam kejadian ini diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H