Lihat ke Halaman Asli

Rahmad Alam

Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Modernisme yang Memaksa Kita Menjadi Serakah dan Konsumtif

Diperbarui: 18 Agustus 2022   11:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Sumber: pixabay.com 

Semua orang pasti memuji modernisasi sebagai simbol kemajuan dan kebaikan bagi dunia dimana modernisme adalah pembebas dari belenggu zaman kuno yang kolot nan usang. 

Namun pernahkah kita berpikir bahwa modernisme sebenarnya adalah sebuah "cambuk pemaksa" bagi lahirnya kebutuhan-kebutuhan baru dan gerbang bagi keserakahan menempati hati banyak orang.

Kita di dunia modern ini dipaksa untuk menjadi konsumtif demi menggerakkan roda ekonomi yang menjual berbagai kebutuhan baru yang sifatnya buatan. 

Ketamakan dan perilaku konsumtif yang berlebihan adalah suatu hal yang disukai para pelaku bisnis dan seakan-akan fasilitas yang dibuat mereka mendukung tindak keserakahan dan konsumtif itu melalui iklan-iklan dan strategi bisnisnya yang menjadikan pembelinya "kecanduan".

Dunia Hari ini dan Kebutuhan Buatannya

Sebenarnya kita memang memiliki kebutuhan hidup yang sudah ada sejak kita dilahirkan seperti yang dikatakan oleh Karl Marx dalam buku Gagasan Tentang Manusia Karya Erich Fromm yang menjelaskan bahwa kebutuhan pokok yang sifatnya menetap sebenarnya berkutat pada dorongan biologis seperti makan, minum, dan juga berkembang biak.

Namun semakin majunya ekonomi dan juga peradaban manusia membuat kebutuhan-kebutuhan pokok itu dikembangkan sedemikian rupa menjadi banyak kebutuhan-kebutuhan baru yang bersifat sintetis atau buatan. 

Kebutuhan akan internet dan gadget misalnya yang dimunculkan demi memperlihatkan dunia sosial baru yang dekat dengan genggaman tangan.


Kebutuhan baru yang berasal dari kebutuhan menetap biasanya membuat seseorang dapat berinteraksi dengan manusiawi secara wajar malah diperantarai oleh uang. 

Ambillah contoh seperti pacar sewaan yang banyak digunakan di negara-negara maju seperti Jepang, dimana pria-pria kesepian yang seharusnya dapat mendapatkan kehangatan interaksi antar lawan jenis yang manusiawi tanpa uang yang tidak berperan masif pada hubungan itu malah dijembatani oleh uang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline