Lihat ke Halaman Asli

Rahmad Alam

Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Kala Bahasa Jaksel Disebut Bahasa Kentut, Sebuah Penolakan pada Gaya Bahasa Norak

Diperbarui: 17 Januari 2022   19:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, Sumber : pixabay.com

Bahasa sejatinya tidak merupakan suatu unsur budaya yang tidsk baku dan terus menerus berkembang seiring berjalannya waktu. Kadang satu bahasa membuat cabang bahasa-bahasa baru yang berbeda, ataupun dua bahasa atau lebih terasimilasi membentuk suatu bahasa baru seperti bahasa Indonesia yang kita gunakan yang berisi dari banyak kata serapan dari bahasa Belanda, Inggris, Tionghoa, Arab dan masih banyak yang lainnya.

Dengan menyebarnya globalisasi dan era digital yang banyak memakai bahasa inggris sebagai pengantar membuat perkembangan bahasa menjadi kearah "keminggris-inggrisan". Penggunaan bahasa tersebut biasanya dipakai oleh anak muda dan berasal dari daerah Jakarta Selatan yang kental akan budaya metropolitannya.

Bahasa Jaksel ini dalam pemakaiannya seperti pada bahasa gaul biasanya namun diselingi oleh kata bahasa "slang" Inggris-Amerika di setiap kata yang dianggap perlu. Kata-kata tersebut contohnya seperti kata "Literally" yang mengganti kata sepertinya atau kayaknya, lalu ada kata "Which is", yang mengganti kata "yang mana", dan juga "I Meant", yang menggantikan kata "maksud saya" atau "maksud gue".

Selain tiga kata tersebut yang familiar di telinga kita, juga banyak kata-kata atau istilah "slang" bahasa inggris yang menjelaskan suatu kondisi atau peristiwa lainnya. Contohnya seperti kata "Ghosting" yang menjadi viral tahun lalu mungkin juga berkolerasi dengan bahasa jaksel ini. Namun dalam perkamusan bahasa jaksel terdapat lebih banyak lagi peristilahan kata inggris yang membuat kita tidak cukup untuk membaca kamus bahasa inggris terbitan Oxvord.

Penggunaan kata selingan "slang" inggris ini dalam percakapan berbahasa indonesia mungkin bertujuan guna memperlihatkan sisi "edgy" atau kekerenan dalam berbahasa. Orang atau anak muda ini ingin disebut sebagai orang yang mengerti bahasa inggris dibanding dengan orang disekitarnya, dan dikarenakan juga ingin terlihat lebih maju dan modern menggunakan bahasa inggris.

Bahasa jaksel yang pertama digunakan oleh anak muda disana jelas ingin memperjelas status bahwa mereka anak metropolitan yang lebih maju dan lebih modern dibanding dengan anak muda di daerah lainnya. Awal dari pemakaian bahasa jaksel ini mungkin terlihat keren dan selaras dengan perkembangan digital khususnya media sosial saat ini, namun lama kelamaan bahasa ini menjadi agak sedikit norak dan berlebihan.

Sekarang pengguna sosial media lain dari daerah di luar jakarta selatan atau mungkin juga orang dari jakarta selatan sendiri mulai menilai gaya bahasa tersebut terkesan alay dan norak. Bahasa jaksel ini seolah-olah memperlihatkan dan memamerkan pengetahuan bahasa inggris mereka yang lebih dibanding dengan orang lainnya. Tak heran beberapa orang juga menyebut bahasa jaksel ini dengan sebutan bahasa "kentut".

Mungkin penamaan bahasa "kentut" ini juga berasal dari kekesalan dan keresahan para orang yang mendengarkan dari anak muda jaksel sepenggal kata bahasa inggris yang jika diterjemahkan pada bahasa indonesia memiliki kata yang mudah dipahami daripada menggunakan kata berbahasa inggris. Penggunaan kata ini seolah mendiskreditkan dan memandang rendah orang yang tidak memiliki kemampuan berbahasa inggris dengan baik.

Pencemoohan bahasa "kentut" ini juga mematahkan suatu sterotip tentang anak muda ibukota yang paling tidak bisa disentuh dan diejek. Nyatanya para anak muda ini juga dapat dicemooh karena gaya bahasanya yang terkesan terlalu berlebihan dan dianggap norak. Era penyebaran dunia digital sekarang juga membuka setiap pendapat dari banyak kalangan dan dari berbagai keresahan khusunya penggunaan bahasa jaksel ini.

Terlepas dari itu semua, mempelajari bahasa inggris memang penting dan sangat berguna dalam kehidupan baik di masyarakat ataupun dunia kerja profesional nantinya. Memang saat kita mempelajari suatu kemampuan, ada rasa dalam diri kita untuk langsung mempraktikannya di kehidupan kita khususnya kemampuan berbahasa namun kita tidak bisa mengendalikan respon setiap orang yang mendengarkannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline