BIPA merupakan kepanjangan dari Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Dalam program ini seorang pengajar BIPA dituntut untuk bisa memperkenalkan Indonesia kepada negara Asing. Selain bekerja sebagai pengajar, mereka juga mempelajari tentang lingkungan yang ditempati untuk tinggal. Peran seorang pengajar BIPA sangat dibutuhkan oleh negara tercinta ini, khususnya dalam bidang memperkenalkan Indonesia lebih luas melalui bahasa. (Sabtu, 24 April 2021)
Dalam hal ini, komunitas bahasa yang ada di UIN Walisongo Semarang, telah mengadakan webinar tentang ke-BIPA. Komunitas tersebut masih di kalangan dosen. Webinar ini dihadiri oleh beberapa tokoh ternama dalam bidang ke-BIPA-an yaitu Bu Roslina Sawitri, S. Pd., M. Pd. (selaku duta Bahasa) dan Pak Eko Widianto, S. Pd., M. Pd. (selaku dosen bahasa UIN Walisongo Semarang, sekaligus pernah menjadi Pengajar BIPA). Selain pemateri, acara tersebut juga dihadiri oleh 57 peserta, diantaranya mahasiswa, pengajar, dan mahasiswa luar (asing).
"Acara ini sebenarnya dibuat untuk menumbuhkan minat tentang kebahasaan terhadap kalangan mahasiswa. Tidak hanya sekali dua kali saja, akan diadakan webinar seperti ini. Acara seperti ini akan terus berlanjut, dan akan mendiskusikan hal-hal yang menarik tentang kebahasaan. Berhubung webinar kali ini tentang "Diplomasi di Tengah Pandemi : BIPA tetap Mengudara", diskusi kita kali ini akan berbicara ke-BIPA ditemani oleh pemateri-pemateri yang handal dalam bidangnya", ujar Zulfa Fahmy (selaku dosen bahasa UIN Walisongo Semarang) ketika membuka acara.
Sebelum berbicara jauh tentang ke-BIPA, kita tahu bahwa Bahasa Indonesia telah resmi menjadi bahasa kesatuan, ketika Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Hal itu yang menjadikan masyarakat menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa keseharian atau bahasa utama. Walaupun, Indonesia terdiri berbagai macam suku, dan bahasa. Tapi, bahasa Indonesia merupakan bahasa kesatuan.
"Dulu saya, mempunyai keinginan untuk masuk jurusan B. Inggris. Tapi tidak diterima, dan saya tidak menyerah begitu saja. Dengan kemampuan saya dalam berbahasa Indonesia, saya akhirnya meneruskan pendidikan di bidang kesastraan. Akhirnya saya menemukan jalan, dimana dengan bahasa Indonesia, saya tetap bisa mengolah kecakapan berbahasa Inggris. Selain itu, saya juga bepergian antar negara dalam rangka menjadi seorang pengajar BIPA", ujar Pak Eko dalam membuka materinya.
Sebelum adanya pandemi, seorang pengajar BIPA bisa bepergian antar negara untuk mengajar. Akses keluar masuk masih mudah. Media pengajarannya pun masih tergolong simpel, tapi mudah memahamkan. Seorang pengajar BIPA bisa berinteraksi dengan muridnya, entah ngobrol atau bercanda, bahkan dalam berpraktek. Selain itu, seorang pengajar BIPA juga dituntut serba bisa, dalam hal ini dapat diartikan bisa memasak, bisa mempelajari tentang budaya, bahkan sampai kesenian, dan masih banyak lagi.
"Menjadi seorang pengajar BIPA itu tidak mudah. Tapi, bisa dilakukan oleh semua orang kalau dia mau berjuang dan berusaha. Seorang pengajar BIPA juga dituntut bisa menguasai semua jenis ilmu, seperti masak, budaya, wisata, dan kesenian. Karena selain profesi kita sebagai pengajar, kita juga dituntut untuk mempromosikan Indonesia kepada negara asing, itu yang diinginkan oleh kemendikbud", ujar Bu Roslina.
Tidak menuntut kemungkinan, dengan adanya pandemi pasti ada beberapa kendala oleh seorang pengajar BIPA dalam bekerja. Hal ini juga dituturkan dalam diskusi.
"Beberapa hambatan ketika pandemi melanda,. Pertama, kita sebagai seorang pengajar tidak bisa keluar masuk negara secara seenaknya sendiri, walaupun bertugas untuk mengajar. Tapi tidak ada bandara yang mau melayani. Kedua, kesulitan dalam hal penyampaian, atau bisa dikatakan kurang maksimal dalam pengajarannya. Ketiga, kendala waktu yang berbeda, itu sangat mengganggu sekali. Keempat, ruang virtual tidak bisa semaksimal seperti mengajar secara luring", ujar Bu Roslina
Pandemi tentu bukan suatu hambatan, untuk BIPA meredup. Tentu dengan adanya pandemi membuat BIPA harus semakin maju dan mampu bersaing dalam bidang teknologi. Hal ini juga dipaparkan oleh Pak Eko Widianto dalam penyampaian saat materi.
"Pandemi bukan suatu alasan untuk kita menjadi lemah dalam hal pengajaran. Justru dengan adanya pandemi menjadikan kita tertantang untuk mencoba hal baru. Kita tunjukkan bahwa BIPA akan tetap eksis dalam masa Pandemi, dengan diimbangi berbagai macam teknologi yang memadai. Selain itu, kita sering mengadakan seminar secara online terkait ke-BIPA-an. Dan juga kita akan mengadakan kelas secara daring. Tentunya, hal itu bukan hal mudah, tapi yang perlu ditekankan disini ialah kita harus mampu beradaptasi dan nekad", ujarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H