Lihat ke Halaman Asli

Naik Commuter Line: Cermin Perjuangan Hidup Kelas Menengah Ibukota

Diperbarui: 4 Desember 2015   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Naik Commuter Line menjadi salah satu tempat terbaik mempelajari karakter banyak orang."][/caption]Naik Commuter Line (CL) adalah salah satu tempat terbaik untuk melihat dan belajar tentang karakter banyak orang. Di sana, mayoritas penumpang punya strategi masing-masing untuk sampai ke tempat tujuan.

Ada yang pura – pura tidur, supaya tempat duduknya tidak harus diserahkan kepada penumpang lain yang lebih berhak. Saat ada petugas jaga yang melintas, akting mereka pun kerap buyar. Mereka diminta berdiri dan menyerahkan kursi duduknya.

Naik CL juga bisa melihat kejadian cukup unik penumpang yang bisa tidur sambil berdiri. Ada juga tipe penumpang yang suka menyibukkan diri dengan gadget; entah nonton film, membaca berita atau tengah menggunakan fasilitas jejaring sosial.

Terkadang juga bisa bertemu dengan penumpang yang suka menggerutu. Sementara lainnya ada yang nampak berdoa sambil berdiri hingga tiba di stasiun tujuan. Lalu ada pula yang membentuk komunitas kecil dan intens berkomunikasi sepanjang perjalanan.

Naik CL juga dapat menjadi tempat mengetahui tren terbaru dalam banyak hal, mulai smartphone, pakaian, sepatu, hingga masalah pola dan gaya berkomunikasi berbagai kalangan. Sederhananya, berada di dalam gerbong CL bisa menjadi cermin, tentang seni perjuangan masyarakat kelas menengah ibukota yang berusaha meningkatkan taraf kualitas hidup.

[caption caption="Penumpukan penumpang di jam sibuk mulai berkurang sejak PT KAI Commuter Jabodetabek mulai menjalankan kereta 12 gerbong."]

[/caption]Naik CL di jam sibuk waktu pergi dan pulang kantor memang bisa menjadi tantangan tersendiri, karena padatnya penumpang. Dalam kondisi ini, para penumpang sadar atau tidak sadar telah belajar suatu hal penting, yaitu bagaimana membangun motivasi dan menjaga asa mengejar mimpi.

Soal kepadatan penumpang sebenarnya mulai dapat teratasi sejak September 2015, setelah PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) menjalankan CL 12 gerbong dan sedianya akan mulai menghapus CL delapan gerbong. Manfaatnya, penumpukan penumpang pada jam sibuk mulai berkurang.

Pengalaman Saya Naik Commuter Line

Saya jadi pelanggan Commuter Line sejak tahun 2009, ketika masih bekerja di sebuah perusahaan impotir untuk alat-alat dapur industri HORECA (Hotel, Resto dan Cafe) di jalan raya Hayam Wuruk. Waktu itu, CL masih terbagi dengan kelas ekonomi (non AC), CL standar (AC berhenti di setiap stasiun) dan CL Express (AC dan tidak berhenti di tiap stasiun). Saya menggunakan CL Express yang biayanya Rp 11 ribu per sekali perjalanan dari stasiun Citayam ke stasiun Kota.

Padahal waktu itu, pemilik perusahaan telah menyediakan mobil operasional buat saya, tapi tidak pernah sekalipun dibawa pulang. Saya hanya dipakai untuk urusan pekerjaan selama jam kantor.

Itu berarti sudah enam tahun saya menjadi pengguna setia transportasi publik Commuter Line. Termasuk menjadi bagian penyaksi bagaimana usaha pihak PT KCJ dalam meningkatkan dan menyempurnakan kualitas layanan transportasi publik paling praktis, nyaman, cepat dan biaya paling terjangkau di Jakarta dan kota – kota penyanggah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline