Saat Pertama kali Covid-19 Muncul, apa yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Waspada percaya diri bahwa imunnya kuat. Saat ada masyarakat yang terinfeksi di Indonesia. Seketika itu pula, alat kesehatan mahal, banyak penimbun, dan lain-lain.
Saat virus itu mulai merebak dan kegiatan Nasional diliburkan, masyarakatnya menganggap sebagai liburan. Saat orang terdekatnya, keluarganya terjangkit, mereka mulai menyalahkan pemerintah. Kenapa di Italia banyak sekali yang kena virus, karena mereka tidak mengikuti intruksi pemerintah.
Protokol yang dikeluarkan pemerintah sudah sangat jelas. Jangan mudik, di rumah aja, cuci tangan tiap saat, dkk bukannya diturutin malah dianggap sebagai angin berlalu. Tuhan memberi kita pedoman hidup yaitu al-Qur'an dan Hadits untuk menemukan jalan hidup yang benar, namun Tuhan juga memberi kita hati dan Fikiran untuk menganalisis kejadian-kejadian seperti ini, (COVID19).
Tuhan memberi kita akal, untuk apa? Untuk berfikir. Agama tidak pernah dipahami jika tidak memiliki akal. Lihatlah anak yang kurang beruntung, sisi kemanusiaannya hilang, bahkan ada yang diperlakukan layaknya hewan. Akal merupakan bukti kesempurnaan penciptaan manusia oleh Allah Swt. daripada makhluk yang lainnya. Dengan akal, manusia dapat membedakan hal yang baik dan buruk, membaca fenomena sosial dan alam, dan fungsi lainnya.
Kegiatan agama dijadikan alat untuk menunjukkan ketidakpahamannya terhadap agama, disaat Covid19 Merebak, Oknum tertentu "Ngeyel" dengan alasan hidup mati Urusan Tuhan. Memang Benar, akan tetapi untuk apa Tuhan memberi manusia sifat kesempurnaan berupa akal jika menyamakan diri dengan hewan lainnya.
Kegiatan agama dibatasi, dilarang berkumpul, upacara adat, semua dibatasi, bukan karena kurangnya iman yang dimiliki, justru Iman yang dimiliki sangatlah besar, namun apa daya iman itu tidak disertai dengan logika sehingga ia beragama dengan cara yang salah. kesadaran akan adanya konteks merupakan kesadaran akan adanya masalah.
Referensi:
D. Yanti, "Konsep Akal dalam Perspektif Harun Nasution", Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial dan Sains, vol. 6, no. 1, pp. 51-62, Jul. 2017.
E.G. Singgih, Mengantisipasi Masa Depan : Berteologi dalam Konteks di Awal Milenium III, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), h. 57, 58.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H