Lihat ke Halaman Asli

MAYA BAB 1

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu hari disebuah desa dipesisir pantai yang bernama Ricafilo.
Tersebutlah seorang anak.
Maya namanya.
Malam itu Maya sedang jalan-jalan dengan kawannya, Tiko si burung beo.
Mereka berjalan santai melewati jalan yang dikelilingi hutan pinus yang batang dan daunnya berwarna pastel menuju planetarium profesor Jimo.
“KWAK KWAK NGAPAIN TIAP HARI KAMU KESANA SIH KWAK KWAK?” tanya Tiko.
“Malam ini kan bulan purnama, jadi aku ingin pinjam teleskop punya profesor buat ngelihat bulan”.
“KWAK KWAK EMANGNYA BUAT APA NGELIATIN BULAN TERUS-TERUSAN KWAK KWAK,NGGAK ADA GUNANYA TAU” si Tiko pun makin cerewet.
“Kalau belum dicoba kita belum tau kan hihihi” jawab maya dengan senyum lebar.
Tak terasa mereka akhirnya sampai di planetarium yang beratap bundar dengan teropong besar berwarna kuning yang menonjol keatas.
Didalam bangunan besar itu tampak seorang lelaki tua berjenggot putih dan berkepala besar sedang memencet-mencet tombol warna-warni sehingga bunyi tat tit tut terdengar silih berganti.
“WAHAHA ada Maya dan Tiko rupanya, mau main teropong seperti kemarin ya?” dilihat dari depan,kepala profesor Jimo yang botak dan berbercak tampak seperti bola dunia yang mengkilap dan benderang.
“Boleh kan profesor cuma bentar kok hihihihi”.
“WAHAHA boleh-boleh” si profesor mengangguk dengan kepalanya yang keberatan.
Maya berlari riang lalu mulai bermain dengan teropong raksasa ditengah ruangan.
Mata kecilnya menerawang luas kearah jagat raya yang maha luas, terpana melihat formasi bintang-bintang yang berkilauan meyerupai makhluk-makhluk dongeng, menjadi saksi kilatan cahaya warna-warni yang berputar dan melesat menerangi hitamnya malam.
Tapi matanya berhenti saat melihat bulan purnama yang seolah-olah sedang menangis berduka.
“Kenapa kamu bersedih rembulan, ceritakanlah padaku” ucap Maya pelan.
“KWAK KWAK NGAPAIN KAMU NGOMONG SENDIRIAN, UDAH GILA YA KWAK ?” siTiko yang heran pun nyerocos.
Lalu tiba-tiba corak rembulan bergerak, membentuk siluet seorang wanita yang diseret oleh sesosok makhluk mengerikan, Disisi samping rembulan tiba-tiba muncul garis merah yang melingkar lalu siluet itu berubah lagi menjadi bentuk wajah panik yg menoleh kearah garis merah itu.
Dan tiba-tiba gelap.
Gerhana bulan total, bahkan cahaya bintang-bintang pun ikut hilang tanpa sisa.
“KWAK APAAN NIH KWAK KWAK” Tiko, Maya dan profesor Jimo tampak panik karena lampu-lampu diruangan bahkan api diperapian pun ikut padam.
Sejenak terasa hawa dingin yang menusuk hingga kehati, walau tak sampai sedetik itu terasa.
Lalu kembali terang, cahaya-cahaya yang lenyap tadipun benderang lagi.
“Tadi itu apa ya profesor ?” tanya Maya tapi si profesor menggeleng begitu pelan karena kepalanya terlalu besar.
“KWAK KWAK TADI NAKUTIN BANGET KWAK”
Mereka semua bertanya-tanya, tapi karena tak menemukan jawaban merekapun duduk istirahat dimeja makan.
Profesor jimo menghidangkan makanan berbentuk seperti pasta gigi yang memiliki berbagai rasa, mulai dari pizza, hamburger,sosis,pai buah bahkan rasa es krim, walau bentuknya aneh tapi Maya dan Tiko suka karena rasanya yang enak
Tak beberapa saat, terdengar suara ketukan pintu yang terdengar panik.
“TOLONG TOLOOOONG” seseorang menjerit dari luar.
Saat dibuka ternyata pak andrey sedang memapah kakek collin dengan wajah panik.
“KAKEEK APA YANG TERJADI KEK, kenapa kakek bisa begini, HIK HIK HUWAAA” Maya menangis seketika menyaksikan kakeknya yang terkapar tak berdaya.
Kakek Collin tampak pucat dan dikulitnya terdapat banyak bercak-bercak lingkaran kecil berwarna ungu,nafasnya pun tersengal-sengal dan badannya gemetaran.
“Tadi saat menjaga mercusuar dengan saya, tiba-tiba pak Collin pingsan saat gerhana bulan tadi” ucap pak Andrey
“Hmmm begitu, tidak salah lagi, ini sindrom bulan beku” profesor Jimo berkata pelan.
“KWAK PENYAKIT APAAN TUH KWAK KWAK” si Tiko sangat penasaran.
“Menurut sejarah, sindrom ini pernah mewabah 300 tahun lalu saat gerhana bulan, penyakit ini sulit sekali diobati”.
“Hik hik toloong obati kakeek saya profesooor hik hik” bujuk Maya sambil beruraian air mata.
“WAWAWA Cuma ekstrak bunga Rosemoon yang bisa mengobati sindrom ini, tapi bunga itu sangat sulit dicari”
“Akaan saya carikaan proofesor, dimaanaa bunga itu biiasanya tumbuhh?” profesor jimo menggeleng pelan.
“Bunga itu hanya tumbuh diatas sana, tepatnya tumbuh di bulan” jawabnya sambil tertunduk




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline