"Apa hubungan Ahmadiyah dengan Gus Dur?"
Barangkali inilah pertanyaan yang membuat diskusi 'berdaging' sejenak mengendur. Selain sederhana dan menggelitik, pertanyaan ini juga epik. Terlontar dari seorang pemuda komunitas Gusdurian yang turut hadir pada acara 'Semarang Religius Diversity', Jemaat Ahmadiyah untuk kesekian kalinya membuka pintu tabayyun terhadap sejumlah sangsi.
Sabtu 12 Oktober 2019. Pengurus cabang dan wilayah serta para mubaligh sudah terlihat sibuk dalam persiapan menyambut tamu komunitas Gusdurian yang akan berkunjung ke masjid Nusrat Jahan milik Jemaat Muslim Ahmadiyah Cabang Semarang. Diskusi kali ini bertajuk 'Get to Know Ahmadiyah dan Teologi Kedamaian dalam Perspektif Ahmadiyah'.
Tercatat sekitar empat puluh orang yang mayoritas adalah mahasiswa UIN Walisongo, hadir dalam diskusi dengan keynote speaker Maulana Syaefulloh selaku mubaligh Jemaat Muslim Ahmadiyah wilayah Jawa Tengah 3.
Diawali dengan pembacaan ayat suci Alquran oleh perwakilan mahasiswi, pemaparan tentang Jemaat Ahmadiyah dimulai sekitar pukul delapan pagi. Pentingnya terlebih dulu memaparkan tentang Ahmadiyah kepada peserta, menurut Maulana Syaefulloh, adalah agar para peserta diskusi terlebih dahulu mengenal dengan baik tentang jemaat ini.
Isu perdamaian, bukanlah sebuah hal baru bagi Ahmadiyah, mengingat misi perdamaian ini sudah termaktub dalam motto 'Love for All, Hatred for None', cinta kasih untuk semua dan tiada kebencian untuk siapapun.
Ahmadiyah masuk ke kota Semarang sejak tahun 1956. Dalam perjalanannya, bisa dikatakan bahwa kota ini tergolong 'zona hijau', karena sangat jarang terjadi konflik atau persekusi terhadap warga muslim ahmadiyah seperti halnya yang sering terjadi di beberapa daerah di Indoneisa.
Pesan damai yang diemban oleh khalifah ahmadiyah dalam misinya menyebarkan Islam ke seluruh pelosok dunia, belum sepenuhnya berimbas damai bagi para anggotanya, khususnya di beberapa daerah di Indonesia yang anggotanya mengalami persekusi.
Sekelumit tentang Ahmadiyah
Maulana Syaefulloh dalam beberapa slide show, memberikan penjelasan yang gamblang tentang akidah yang mereka anut, yang ternyata, adalah Islam. Dari setiap detail penjelasan yang diberikan, sama sekali tidak ditemukan adanya perbedaan rukun Islam yang dimiliki oleh jemaat ini.
Mereka tetap mengucapkan dua kalimat syahadat, dan bukan tiga kalimat seperti yang pernah terdengar di luaran. Mereka pun tidak melakukan haji ke Pakistan atau Qadian seperti yang banyak dituduhkan, melainkan ke kota Mekah Almukaromah sebagai satu-satunya tempat berhaji bagi umat muslim. Tidak sedikit anggota jemaat muslim ahmadiyah yang sudah melaksanakan ibadah haji, yang mereka lakukan ke kota Mekah.