Beberapa hal besar mungkin terjadi belakangan ini, ada yang membuat hati gusar tak karuan, dan banyak yang lainnya secara terpaksa membuat kita mengelus dada saking ibanya, dan ada juga yang sampai-sampai pada akhirnya menjerat kita untuk takut kepadanya, serta mulai berpikir tentang akhir dari dunia ini.
Problematika yang terjadi menunjukan sekali bahwa kepunyaan dan segala sesuatu di dunia pada dasarnya adalah fana. Percaya atau tidak dunia semakin rusak seiring berkembangya zaman, majunya ilmu pengetahuan, dan ramainya aksi bela kemanusiaan, bukankah ini sebuah ironi?
Terdapat banyak hal yang luput dari cara berpikir kita selama ini sehingga membuat hal kecil yang tidak seksi untuk dipikirkan memberikan dampak besar terhadap degradasi multidimensi hari ini. Keberlebihan terhadap sesuatu hal memberikan dampak signifikan dalam krisis yang terjadi tersebut.
Hal yang saya soroti disini terutama tentang cinta. Tentu definisi cinta yang dimaksudkan tidak sebatas pada hubungan romansa antar dua sejoli. Makna cinta jelas-jelas lebih luas, dan adiluhung daripada itu. Cinta bertutur tentang sebuah ihwal akan keadilan dan kedamaian. Cinta juga berikrar soal urgensi kejernihan pola pikir dan keluhuran akal budi.
Cinta akan selalu menjadi topik yang relevan dengan permasalahan dunia. Cinta menjadi duta segala problema yang ada, ia bisa menjadi faktor penyebab utama kehancuran, atau justru menjadi juru selamat yang melindungi seluruh alam raya. Seperti sudah kita ketahui selama ini bahwa persoalan cinta banyak menyebabkan perkelahian dan bahkan memicu sebuah peperangan.
Hal ihwal tentang percintaan juga bisa kita kaitkan dengan problema yang kini sedang terjadi hampir di seluruh dunia, ya itulah virus corona. Pandemi yang menghantui jagad raya dengan menelan ribuan korban jiwa ini mau tidak mau harus membuat kebanyakan dari kita menjadi panik dan ketakutan. Bahkan banyak yang sesumbar dengan mengatakan bahwa inilah gerbang menuju akhir dunia.
Tentu saja kegetiran masyarakat bisa dipandang sebagai hal yang wajar. Akan tetapi tidak bisa pula kita hindari bahwa tidak setiap orang memiliki niat baik untuk bisa melalui krisis global ini dengan jiwa kooperatif.
Banyak orang justru memanfaatkan momen serba susah ini untuk menyelamtkan dan menguntungkan diri pribadi misalnya dengan menimbun masker dan pembersih tangan.
Konsep cinta diri seperti yang pernah dikatakan oleh Fromm, jelas telah berubah menjadi egoisme diri. Kecintaan yang terdapat dalam diri pada gilirannya bermetamorfosa menjadi ketamakan.
Ihwal ketamakan jelas bisa dikatakan adalah imbas dari pemikiran egois dan hasrat berlebih soal cinta, dalam konteks ini cinta yang melebur dengan materialisme secara jelas membuat orang tersebut sedikitnya tergerus rasa kemanusiaannya.
Lagi-lagi cinta menjadi sumber masalah. Perlu dipahami bahwa cinta menjadi sumber masalah karena pemahaman kita tentang cinta masih pada level yang rendah, belum sampai pada level kesadaran kritis apalagi makrifat.