Lihat ke Halaman Asli

Rahman Wahid

TERVERIFIKASI

Mahasiswa

Cerpen | Ketakziman

Diperbarui: 10 Maret 2019   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: FunnyJunk

Tinggi mulia perilakumu, menampilkan sosok keteladanan yang patut jadi panutan. Kerap kali engkau sampai bersusah payah meracik segenap cara guna menggalang dan mempelopori beragam aksi perubahan. Tanpa kenal lelah atur strategi, menguras daya pikir, sampai keringat tak kau pedulikan telah menetes membasahi sekujur tubuh. Demi pembenahan, demi perbaikan.

Engkau sampai hati kurangi kesenanganmu. Kau gadaikan waktu istirahatmu yang berharga, jam tidurmu, waktu santaimu. Penggadaian demi penggadaian tak berhenti engkau berikan, demi aku, demi mereka yang malah tidak sama sekali berjuang untukmu, dan bahkan enggan berkorban sepeser hartapun. Terkadang aku berpikir, mengapa engkau mau berkorban untuk para bedebah ini ?

Mereka yang tak selalu ada untukmu, mereka yang selalu sibuk saat kau butuh, mereka yang sering mangecewakan. Tapi, mengapa tetap kau bela ? Mengapa kau sabar meladeninya ? Tidak rasional. Kepedulianmu pada yang bahkan tak mempedulikanmu tentu aneh dipikiran. Berkorban dengan membuang waktumu tidakkah rugi ? Meladeni para bedebah yang belum tentu akan membahagiakanmu itu mengapa tetap kau laksanakan ?

Entahlah. Engkau memang penuh kejutan. Energimu kuat, tahan banting menghadapi setiap cercaan yang tanpa henti bertamu kehadapan wajahmu. Menerpa, menggulung tanpa kenal bosan. Keuletanmu untuk bangkit dari dasar keterpurukan menjadikanmu siap mengarungi setiap tantangan. Hingga pada saat ini engkau akhirnya menorehkan sejarah dalam hidup bahwa engkau telah sukses, dan membungkam mereka yang dulu mengolok-olokmu.

Tapi engkau tentu tidak sekejam itu. Pembuktian dirimu sebagai manusia yang sejati tidak berhenti pada kecerdasan pengetahuan semata. Akal dan moral keduanya berdiri pada puncak yang sama, puncak sebagai manusia yang seutuhnya. Itu yang membuatmu begitu spesial. Tidak lupa pada sejarahmu yang penuh suka duka, penuh perjuangan.

Engkau membagikannya kepada sejawatmu, pada bangsamu, bahkan terhadap para bedebah yang hina seperti aku ini. Engkau merengkuh dan mendekap mereka semua dengan keluhuran budimu, dengan idealisme, dengan tujuan yang mulia, berbakti pada nusantara. Ya, pahlawan, itulah dirimu. Berjuang jiwa raga, tanpa pamrih untuk semesta. Dan, maaf aku belum bisa membalas jasamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline