Lihat ke Halaman Asli

Kapan Ya Kurikulum Pendidikan Kita Benar-Benar Menyentuh Kebutuhan Belajar Siswa

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

(Belajar Matematika, Matimatikita Kita Belajar Hanya Untuk Matematika)

Kemarin remote TVku sempat singgah di tayangan TV Edukasi. Seperti biasa ada corat-coret angka dan rumus perhitungan di situ. Kalau bukan rumusan dan soalan matematika, pasti yang ada pelajaran fisika dan kimia. Teringat aku dulu tiga pelajaran ini adalah alasan yang membuat aku tidak betah berlama-lama dalam kelas. Padahal aku ada di jurusan IPA. Hanya karena pilihan itu nuansanya agak berkelas, aku memilihnya dari dua jurusan lain : IPS dan Bahasa.

Dari sempat mencetak kernyit dahi tidakmengerti, aku coba mengopernya ke Ichal anakku yang sedang mengutak-ngatik layar komputer.

“Cal, kamu mengerti yang sedang diterangkan itu?”

Dia cuma mengangkat bahu, merasa terganggu untuk sesuatu yang tidak perlu. Karena pertanyaan yang sama terlalu sering muncul dari bapaknya ini yang sempat fobia kuliah satu smester Matematika sebelum pindah ke Jurusan Pendidikan Luar sekolah.

Di layar TV Edukasi itu sebenarnya cuma topik ajaran berhitung untuk murid SMP kelas satu. Ichal sendiri sudah selesai SMK, kini hanya tidak mau kuliah karena kecewa ditelikung tidak mendapatkan jurusan komputer yang disukainya di sekolah kejuruan tersebut.

Aku bukan tidak tahu apa jawabnya kalau dia mau meladeni pertanyaanku. Corat-coret soal-soal angka di TV itu bukan saja dia tidak perlu, bahkan dia tidak tahu dan mengerti, apalagi mencari jawabannya. Di SMP dia bukan murid yang bodoh, karena dia termasuk siswa berperingkat di kelasnya.

Seperti aku dan kebanyakan pesekolah lain, menganggap: pelajaran itu sudah selesai masa berlakunya seusai beranjak dari bangku kelas sekolah. Artinya mata pelajaran itu dipelajari sebatas bisa mengisi soal-soal ulangan atau mati-matian dihapal dan dipelajari secara verbal hanya untuk bisa lulus dan lolos di mahkamah pendidikan kita: Ujian Nasional.

Yah, kebanyakan dari kita, murid-murid itu dan pesekolah di negeri ini; belajar di sekolah hanya untuk belajar itu sendiri, agar tidak mendapatkan nilai merah, atau sekedar lulus di ujian. Materi yang diajarkan tidak sepenuhnya bisa mengisi dan menyentuh relung-relung kebutuhan belajar siswa. Bahkan tidak sesuai atau jarang ditemukan relevansinya dengan realitas hidup keseharian di luar sekolah.

Aku sampai mengatakan kebanyakan, karena kalau ada mereka yang bisa menguasai dan mampu mencernakan dengan baik pelajaran itu, jangan lihat yang ada dan cuma sedikit itu; tapi prihatinkan yang banyak ini. Karena terbanyak dari mereka yang sudah belajar itu kadang tidak melanjutkan sekolah, atau kuliah tapi tidak sesuai jurusan yang diambilnya, atau selesaikan kuliah namun tidak menemukan apa yang dipelajarinya itu dalam dunia kerja yang dimasukinya.

Kurang percaya? Tanyakan sana pada mereka yang sudah beruntung dapatkan kerja. Sarjana matematika terangkat di Dephumkam karena omnya ada di situ. Sarjana keluaran disiplin ilmu Fisika kerja di Depnaker karena peluang cuma disitu sekalipun menghabiskan duit sekian juta dengan orang dalam yang meloloskannya. Atau sarjana keguruanjurusan Kimia harus mengajar di Sekolah Dasar.

Tapi persoalan yang lebih urgen bukan hanya sampai di situ. Kapan kita pernah bersua dengan perhitungan akar, pangkat, sinus, fungsi dan lain sebagainya di tengah langkah hidup yang kita lakoni dalam keseharian. Sementara nilai-nilai hidup yang humanis, persoalan sosial dan kemasyarakatan yang terjadi di sekitar, konsep dan cara hidup yang ideal tidak menjadi menu yang dihidangkan dalam mata ajaran pendidikan di sekolah kita.

Itu dulu, wassalam !

Oleh : Rahman Wahyu, akhir September 2010.

Catatan kecil: * Corat-coret ini sebagai bentuk kekhawatiran akan nasib sibungsu Reynaldi yang akan menghadapi Ujian nasional yang try outnya sedang dipersiapkan. Mereka ternyata masih menghadapi monster(UN) yang sama, padahal momok yang satu ini kabar sebelumnya sudah akan ditiadakan.

* Juga untuk mengisi postingan yang masih kosong bulan september ini yang sudah dekat selesainya.

* Catatan ini terlalu singkat untuk memahami jalan pikirannya: Lengkapnya baca saja di postingan berikutnya: Apa Yang saya Dapat dari Sekolah?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline