Lihat ke Halaman Asli

Rahma Nurlaili

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Toleransi Agama Konghuchu dengan Agama lain di Indonesia

Diperbarui: 26 Maret 2020   18:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Toleransi antarumat beragam antara pemeluk Agama Islam dan Konghuchu di Klenteng Tridharma Eng An Kiong di jl. Martadinata, Kotalama, Kec. Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur dan Masyarakat muslim di Indonesia.

Sebelumnya Klenteng itu berasal dari bahasa jawa, usia konghucu sudah mencapai 2571. Dalam tempat ibadah klenteng tersebut terdapat simbolik binatang naga yang mempunyai nama tapi tidak ada wujud ibarat tuhan yang maya. Klenteng menghadap ke barat namun bukan merupakan kiblat dalam islam, posisi bersandar lebih tinggi melihat lebih rendah. Klenteng berdominasi warna merah tapi bukan merupakan simbol komunis, melainkan simbul kehidupan dengan yang dimaksud darah merah.

Sebelum merdeka terjadilah momen di negara Indonesia yakni Sumpah Pemuda, seumpah pemudalah yang mengajarkan toleransi dalam beragma dimana disevutkan dalam teks " Kami putra putri Indonesia mengaku berbangs ayang satu, bangsa Indonesia" maka dari itulah berbagai macam agama di Indonesia ini bisa rukun, karean rukun itu akan menciptakan gotong royong dan dalam sebuah pepatah dikatakan " Subur makmur, gemah ripah, loh jinawi" dimana gemah ripah merupakan tentram dan makmur serta sangat subur tanahnya.Dan negara Indonesia ini merupakan negara yang berpancasila dimana kita harus berbineka tunggal ika berbeda-beda tapi tetap satu tujuan, sehingga berbahagialah bernegara pancasila. Dalam toleransi beragama ibaratkan jari jemari jempol sampai kelingkin berbeda tapi harus rukun dan bersimetri. Contoh dari Toleransi sendiri dimana seoranga Rohaniawan yang terlahir dari ibu beragama muslim sedangkan bapaknya konghucu dan rohaniawan sendiri konghucu , dalam kehidupannya beliau mengatakan bahwa Ibu sama bapak beliau brrbeda agama, tetapi ketika akan nada acara dalam agama masing-masing mereka saling mendukung.

Rohaniawan mencertikan bahwa Bapak Gus Dur yang telah mengembalikan tanggal hari raya agama Konghucu dan agama lain sebagai tanggal merah di Indonesia, mulai dari itulah kita dapat mempelajari toleransi dalam Bergama, padahal Bapak Gus Dur adalah penganut agama islam tetapi beliau tetap memperjuangkan agama konghucu walaupun Gus Dur sendiri bukan pemeluk agama konghuchu, itulah yang dinamakan toleransi beragama juga.

Lantas apa yang dirasakan para pemeluk agama konghuchu bahwa di Indonesia ini mayoritas islam.Menurut rohaniawan Konghuchu dengan mayoritas pemeluk agama di Indonesia ini beragama Islam mereka tetap menjadikan negara ini juga rumah sendiri.  Maka dari itu mereka berharap Indonesia tetap bersatu dengan adanya beraneka ragam agama, dan berbahagialah bernegara berpancasila sehingga dengan adanya perbedaan agama kita tetap rukun dan bersimetri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline