Pertanyaan ini terus muncul dalam pikiran saya. Dengan jumlah menteri yang banyak kini ditambah dengan posisi wakil menteri. Perlukah posisi ini apa makah mubazir?
Saya hanya termangu-mangu. Dengan sok memahami, saya dengan lirih menyatakan bahwa persoalan bangsa ini terlampau banyak, pelik, kusut dan banyak lagi. Para menteri yang baru dilantik tersebut dianggap tidak mampu jika harus dibebani dengan masalah-masalah yang ada. Karena itu butuh seorang wakil yang nantinya akan membantu dengan melakukan pembagian tugas.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mungkin menyadari formasi kabinetnya banyak celah dan kekurangannya. Apalagi banyak yang direkrut dari partai politik. Seperti memegang bara api, dipegang panas, dilepas bisa membakar apa saja di sekitarnya. Pilihan yang sulit. Padahal, sedari awal SBY sudah menyatakan akan memilih orang yang tepat untuk tugas yang tepat pula.
Maka, apa nantinya tugas wakil menteri? Membantu tugas-tugas menteri. Iya itu sudah pasti.
Saya jadi ingat ketika berorganisasi selama menjadi mahasiswa dulu di UIN Jakarta. Organisasi yang saya ikuti memang khusus pengkaderan, tepatnya di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat.
Saat itu sedang berlangsung suksesi untuk pengurus di tingkat komisariat fakultas. Ada tiga calon formatur yang akan maju untuk menduduki ketua komisariat. Termasuk di dalamnya saya sendiri. Awalnya saya yang diusung untuk maju. Waktu itu suara bulat mendukung saya. Tapi di di tengah jalan saya mengundurkan diri karena berbagai alasan. Lalu digantilah teman saya sendiri yang sedari awal memang mendukung saya untuk maju. Teman saya ini termasuk tim sukses saya.
Suksesi pun berlangsung. Dengan berbagai lobi dan bargaining akhirnya, teman saya menang dengan hanya selisih 3 suara dari lawan politiknya. Kami pun bersuka cita. Tugas formatur terpilih selanjutnya adalah menyusun kepengurusan. Karena sudah ada bargaining, berbagai ketua bidang sudah ada yang menempati. Teman saya yang terpilih bingung karena saya tidak mendapatkan posisi. “Kamu harus bantu saya,” katanya.
Akhirnya dibuatlah sebuah posisi baru untuk saya, yaitu sebagai wakil ketua umum. Dalam perjalanan kepengurusan, saya tidak terlalu banyak kerja karena tugasnya hanya membantu ketua. Itupun jika berhalangan. Berhubung ketua saya orang yang giat, maka semua tugas ia kerjakan sendiri. Begitulah, saya juga sempat wakil ketua umum.
Nah, apa hubungannya dengan pembentukan wakil menteri Kabinet Indonesia Bersatu II? Tentu tidak sama. Saya karena memang wahan untuk berlatih. Tapi menteri bukan lagi tempat latihan tetapi yang diurus adalah negara.
Jadi berkesimpulan, pertama, wakil menteri kehadirannya memang dibutuhkan untuk ikut menyelesaikan problema bangsa yang pelik dan ruwet. Kedua, bisa jadi kehadirannya tidak lebih karena alasan politis seperti waktu saya jadi Wakil Ketua Umum HMI Komisariat.
Untuk itu, sebagai anak bangsa, saya berharap kehadiran wakil menteri betul-betul berdaya huna untuk membangun bangsa ini. Ikut menyukseskan program kerja 100 hari KIB II ini. Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H