Lihat ke Halaman Asli

Prahara Penangkapan Wakil Ketua KPK dan Refleksinya Bagi Kehidupan, By @RahmanPatiwi

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1422069337876572710

[caption id="attachment_347812" align="aligncenter" width="657" caption="Sumber: http://www.merdeka.com"][/caption]

“Jumat Keramat” begitu kata sebagian orang yang seolah dianggap sakral ketika menyaksikan KPK melakukan penangkapan. Betapa tidak, sekali KPK melakukan “pencengkraman,” sulit bagi setiap “mangsanya” untuk untuk berkelit. Apalagi meloloskan diri dari jeritan hukum.

Namun apa jadinya ketika ternyata senjata harus makan tuan? Terlepas masih dalam proses, Setidaknya begitulah analogi sementara yang terjadi pada wakil ketua KPK, Bambang Widjojanto. Penangkapan yang dilakukan oleh Bareskrim Mabes Polri, Jumat 23 Januari kemarin saat BW mengantarkan anaknya ke sekolah. Sungguh menyedot perhatian publik, yang berujung pada berbagai penafsiran.

“Adu-kuat” antara KPK-Polri sebagai penegak hukum, Itulah spektrum yang kian menyengat aromanya di kalangan masyarakat. Prahara penangkapan Bambang, berawal dari adanya dugaan saksi palsu dalamsuatu persidangan di Mahkamah Konstitusi, perihal sengketa Kotawaringin barat Kalimantan tengah, pada tahun 2010 lalu.

Kehidupan memang bagaikan bola bundar yang terus bergulir. Sangat memungkinkan segalanya terjadi, tanpa memandang kemustahilan. Namun apapun itu, dibalik setiap prahara selalu menyajikan sisi positif yang memungkinkan kita menjadi lebih baik dari waktu kewaktu. Seperti apakah itu?


1.Berhati-hatilah dalam segala tindakan. Namun keberhatian tidak harus membonsai nyali untuk menyuarakan fakta dan kebenaran. Fokus on track dan profesionalisme dalam profesi, itulah kata kuncinya.

2.Saat teman, relasi, bawahan, atasan, maupun pasangan sekalipun. Jika memiliki kesalahan, tegur atau bicarakanlah secara langsung dalamsituasi dan kondisi yang tepat. Jangandi pendam lalu kemudian hari di ungkit untuk saling menyalahkan satu sama lain.

3.Setiap orang punya potensi tersandung meski benar sekalipun. Tetapi sebagai pasangan yang baik, harus tampil menyemangati dengan segenap dukungan, diatas ketegaran. Bercerminlah pada istri Bambang, ketika diwawancarai tanggapannya tentang suaminya, iapun berkata “Hebat… Keren… kita lihat saja nanti.”

1Hidup memang tak pernah lepas dari prahara. Namun suatu hal yang pasti, prahara itu tak selamanya berarti negatif. Kadang prahara menjerumuskan kita pada titik nadir terendah kehidupan, kadang pula parahara boleh jadi sebagai cara elegan Tuhan untuk mengangkat derajad kita pada tataran yang lebih fantastik.

Intinya, tetap bunyikan klaksonmu, namun pada saat yang sama tetaplah stay on track di lintasan kebenaran yang profesionalisme. Karena pada akhirnya, andai kesedihan dan kegagalan di ibaratkan hujan yang menggigilkan, serta kegembiraan dan kesuksesan itu ibarat panas yang menghangatkan. Maka tetap dibutuhkan kombinasi keduanya, untuk mampu melihat indahnya pelangi.

Terima Kasih Semoga Manfaat.

Salam Metamorfosa…

Rahman Patiwi

Praktisi Parenting-Pendidikan

Related Posts:

The Big Mach: Pendidikan Akademik vs Pendidikan Nyata

Resolusi 2015: Ini Aksiku Mana Aksimu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline