Pernahkan kita mendengar kata puasa media sosial? Apa sih itu? Makna dan manfaatnya apa untuk kehidupan kita, sih? Yuk, ngobrol bareng-bareng soal puasa media sosial, cekidot!
Apa itu Puasa Media Sosial?
Mengutip dari detik, puasa media sosial merupakan salah satu terapi psikologis yang sudah teruji dapat mengembalikan semangat serta kekuatan diri seseorang. Puasa media sosial termasuk upaya konkrit dalam menjaga kesehatan mental di tengah perkembangan teknologi.
Puasa Media Sosial dan Isu Kesehatan Mental
Isu mental health tentu bukan suatu hal asing bagi kita semua. Banyak yang beranggapan bahwa generasi milenial dan Z adalah generasi yang mudah rapuh dan rentan terkena gangguan mental. Namun, kita tidak bisa men-generalisir hal tersebut.
Terdapat banyak hal yang perlu dipertimbangkan ketika berbicara tentang isu mental health gen Z, salah satunya adalah digitalisasi dan perkembangan teknologi. Dosen psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Alfiah Nabilah Masturah beranggapan jika tantangan itu berkaitan dengan dunia digital.
"Hidup di tengah perkembangan zaman yang serba modern ini memang penuh tantangan, namun kita tidak bisa langsung menilai bahwa generasi milenial dan generasi Z adalah generasi yang lemah," ujar Alifah sebagaimana dikutip dari laman resmi UMM.
Faktanya, setiap dari kita hampir terpapar oleh lebih dari 800.000.000 bit informasi setiap harinya. Jumlah itu tentu sungguh luar biasa jika diukur dengan standar computer science dimana istilah bit berasal. Uniknya, meski terpapar dengan ratusan juta bit informasi setiap hari, kita dapat beradaptasi dan masih 'waras' terlepas dari realita tersebut.
Kemajuan teknologi dan informasi membuat proses pertukaran informasi menjadi lebih cepat dan dapat menampung lebih banyak massa dalam waktu bersamaan. Namun, disaat bersamaan, teknologi hadir dengan distraksi yang lebih besar seperti Media Sosial.
Kita adalah apa yang kita tonton dan nikmati
Tanpa disadari, apa yang kita tonton adalah apa yang kemudian membentuk kita. Hal itu sesuai dengan teori usage and gratification yang menjelaskan bahwa kita adalah hasil dari apa yang kita nikmati/tonton.
Tontonan kita (mayoritas dari media sosial) adalah kemudian apa yang menjadi pembentuk kita. Menurut Choosing Therapy, sekitar 3,96 miliar orang di seluruh dunia menggunakan media sosial dan menghabiskan rata-rata 144 menit sehari untuk berinteraksi secara daring.
Di saat bersamaan, perkembangan algoritma, machine learning, dan trend terus berkembang tanpa bisa kita kendalikan.
Tidak heran, mental health menjadi sebuah isu penting bagi generasi saat ini. Mempertimbangkan kondisi dan realita yang terjadi. Oleh karenanya, perlu ada respon dan tindakan sehingga kita bisa menghadapi tantangan zaman, seperti banjir informasi dalam paparan di atas.