sumber foto: tinggikeren.com Pakaian dalam paparan saya ini bukan secara harfiah, tapi pakaian dalam arti kiasan. Suami-istri seharusnya seperti pakaian, yaitu saling menutupi aib dan menjaga harga diri satu sama lain. Ketika menggunakan pakaian, harus dilihat kondisi cuaca. Ketika musim hujan, maka pakaian yang digunakan seharusnya pakaian yang tebal dan bisa menghilangkan hawa dingin. Begitu juga suami istri, mereka harus bisa membaca kondisi psikis dan emosional pasangan sehingga bentrokan atau pertengkaran dapat dihindarkan. Seorang wanita mengalami PMS (Premenstrual Syndrome) dan haid, dimana pada masa tersebut wanita mengalami perubahan mood seperti cemas, mudah tersinggung, emosi labil, nyeri kepala, dan depresi yang disebabkan hormon menstruasi yaitu perubahan kadar steroid dalam tubuh. Nah, si suami harus memahami kondisi tersebut, sehingga ketika istri moody, suami langsung paham. Kembali ke masalah pakaian suami istri. Maka, ketika problematika rumah tangga sedang melanda kehidupan kita, jangan langsung mengumbar masalah tersebut kepada orang-orang dengan alasan mencari solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi. Akhirnya bukan solusi yang didapat, tapi masalah rumah tangga kita malah jadi pergunjingan orang. Memang tidak dilarang untuk menceritakan problem rumah tangga kita kepada orang lain, tapi dengan tujuan bukan untuk membuka aib pasangan tapi mencari solusi. Dan orang dimana tempat kita mencurahkan perasaan adalah orang yang dipercaya serta dapat menyimpan rahasia. Ibarat pakaian dan manusia, tidak ada pemisah. Begitu juga suami istri, hubungan keduanya haruslah erat, tidak ada pemisah diantara mereka berdua, tidak ada orang yang mencampuri urusan mereka. Jika pada musim dingin, pakaian dapat menjadi penghangat, maka seharusnya suami istri dapat menjadi penghangat keluarganya, jauh dari sikap acuh dan dingin. Saya sendiri berusaha menjaga marwah suami saya. Sejelek dan seburuk apapun suami, dia adalah ayah dari anak-anak saya dan juga saya menikah dengannya adalah pilihan saya sendiri. Kami tidak pernah bertengkar didepan anak-anak, dan ketika masalah datang kepada kami, sedahsyat apapun itu, saya selalu berusaha tidak ada apa apa dihadapan anak-anak dan orang lain. Curhat saya hanya kepada Yang Maha Kuasa, Dia-lah satu-satunya tempat saya mengadu. Rasanya puas mencurahkan hati disepertiga malam sambil menangis terisak-isak. Lega rasanya. Bukannya saya tidak percaya kepada teman-teman saya, saya hanya berat saja mengutarakan masalah rumah tangga kami kepada orang lain. Hanya satu orang yang saya percaya selain Tuhan, yaitu asisten rumah tangga kami karena saya menyakini dia orang yang kompeten menyimpan rahasia saya. Yakinlah, sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. Jangan mudah mengucapkan kata cerai dan carilah orang yang bisa memecahkan masalah bukan kepada orang yang malah mengompori sehingga bukannya masalah membaik malah memperburuk keadaan. Karena seseorang yang sedang menghadapi masalah, pikirannya tidak jernih. Ucapan-ucapan dan nasihat-nasihat yang didengar dianggapnya benar. "Seburuk apapun pasangan, dialah tempat kita merebahkan kepala ini ketika kita letih. Telinganyalah yang mendengarkan keluh-kesah kita. Tangannyalah yang meraih kita kedalam pelukannya ketika kita menangis."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H