Lihat ke Halaman Asli

Rahmanda Ary Adi

Orang biasa

Mungkinkah Miskin Tapi Bahagia?

Diperbarui: 6 Agustus 2024   18:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar CNN Indonesia

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebut bahwa masyarakat Indonesia kebanyakan hidup dalam kemiskinan, tetapi hidup mereka bahagia. Hal itu terekam dalam skor kemandirian masyarakat Indonesia yang masih rendah. Tingkat kemandirian berkaitan dengan kemampuan masyarakat di bidang ekonomi.

Hasto Wardoyo menyampaikan hal itu dalam acara peringatan Hari Keluarga Nasional ke-31 pada Rabu (17/7/2024).

"Kita ini miskin tetapi bahagia, dan itu kenyataan, masih bisa bersyukur, meskipun masih miskin tetapi tidak sedih," kata Hasto.

Skor kemandirian masyarakat Indonesia berdasarkan iBangga hanya sekitar 51. Angka ini menandakan rata-rata tingkat perekonomian masyarakat Indonesia masih menengah ke bawah.

Sementara itu, indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia menyentuh angka 72. Angka itu cenderung tinggi karena masyarakat Indonesia dinilai bisa bersosialisasi, melakukan gotong royong, berwisata, rekreasi, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan sesama.

Pernyataan diatas menjadi paradoks, mungkinkah miskin tapi bahagia?

Masyarakat yang miskin kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya apalagi kebutuhan sekunder dan tersier. Jadi ada semacam romantisasi kemiskinan dari pernyataan diatas seolah orang miskin masih bisa bahagia meskipun kebutuhannya tidak bisa dipenuhi. sejatinya manusia pasti untuk dia bahagia, kebutuhan dasarnya harus terpenuhi dahulu baru kemudian kebutuhan yang lainnya menyusul. Bila perut lapar apa bisa orang bahagia? ini kan pandangan idealis seolah perut lapar bisa kenyang dengan kata-kata. 

Romantisasi ini sebenarnya mengalihkan tanggung jawab untuk menyejahterakan masyarakat, alih-alih masyarakat di sejahterakan malah disuruh untuk bersyukur. Konsep bersyukur inilah seringkali dijadikan tameng ditengah kemiskinan dan pengaburan realitas. masyarakat jadi terkecoh dengan kondisi hidup yang dijalaninya seolah hidup baik-baik saja padahal fakta dan data menunjukkan sebaliknya.

Romantisasi kemiskinan ini terus diupayakan agar masyarakat yang miskin tidak teriak untuk menuntut tanggung jawab negara untuk menyejahterakan mereka.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline